REPUBLIKA.CO.ID, PEMATANGSIANTAR, SUMUT -- Mendekati pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli 2014, suasana politik di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, semakin memanas.
"Sangat panas dan tegangan tinggi," ujar Ketua Studi Otonomi, Politik dan Demokras Siantar Simalungun Kristian Silitonga, di Pematangsiantar, Selasa.
Kristian tidak melihat adanya ruang untuk dialog antarpendukung dan tim sukses serta di elit politik kedua calon capres-cawapres.
"Malah perdebatan, saling mencari dan menyerang kelemahan calon, dan perdebatan masuk pada wilayah privat seseorang," kata Kristian.
Perdebatan ini kata Kristian, bisa menjadi pergeseran sentimen bersifat personal bahkan cenderung negatif. "Tidak ada lagi sikap menghargai pilihan seseorang, yang tidak sepilihan dianggap 'lawan', ironis sekali," khawatir Kristian.
Contoh kasus di Kota Pematangsiantar. Seorang pemuda menjadi korban pengeroyokan usai berdebat soal pilihan capres-cawapres.
Untuk antisipasi agar tidak berdampak lebih luas pada pelaksanaan dan hasil Pilpres nantinya, Kristian berpesan kepada masyarakat untuk waras dan menyisakan ruang kosong di hati dan pikiran masing-masing.
"Sekecil apapun ruang itu, nantinya sebagai titik nol untuk merenung dan menerima hasil Pilpres dan selanjutnya kembali ke kehidupan normal," papar Kristian.
Kristian menegaskan di setiap 'pertarungan' pasti ada yang kalah dan menang, dan setiap individu harus bisa menerima kenyataan itu. "Ya siap menang dan utamanya siap menerima kekalahan," imbau Kristian.