REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyelenggaraan pilpres.
"Saya sudah terima putusan Mahkamah Konstitusi. Ya kita patuhi keputusan MK seperti itu," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Kamis (3/7).
Ia menilai, tak perlu ada kekhawatiran adanya ketidakpuasan bila perolehan suara antacalon tipis. Apalagi, kedua pihak sudah deklarasi untuk siap menang dan kalah.
"Kan waktu mereka deklarasi damai gimana? Kan kedua capres bilang begitu. Harus ingat itu. Siap menang dan siap kalah. Kalau tidak puas, kalau protes kan ada salurannya, ada KPU ada MK. Kalau proses mekanisme sesuai aturan dan undang-undang dilakukan, kita jangan khawatir rusuh-rusuh," katanya.
Kamis (3/7), MK memutuskan pilpres 2014 digelar satu putaran. Diputuskan, pasal 159 ayat (1) UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres bertentangan dengan konstitusi.
"Pasal 159 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dan tidak berlaku hanya terdiri dua pasangan calon," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusannya bersama hakim konstitusi lainnya.
MK menilai pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak diberlakukan dengan dua pasangan calon.
Menurutnya, pasal tersebut harus dimaknai bila terdapat dua pasangan calon atau lebih. Sehingga jika hanya dua pasangan maka pilpres tidak perlu digelar dua putaran.
Pengujian UU Pilpres yang terdiri tiga permohonan ini diajukan oleh oleh Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Serta perseorangan atas nama nama Sunggul Hamonangan Sirait, dan Haposan Situmorang.
Para pemohon meminta tafsir kepada MK agar Pilpres 2014 yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon cukup dilaksanakan satu putaran saja.
Para pemohon meminta tafsir ke MK karena menilai pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menimbulkan ketidakpastian tafsir akibat ketidakjelasan target penerapannya.