REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan, ada dua perempuan buruh migran yang mengancamnya sebagai pembela capres Prabowo Subianto, karena tidak memperpanjang waktu pemungutan suara di Victoria Park, Hong Kong, pada Ahad (6/7) sore waktu setempat.
"Ada peristiwa yang memancing emosi saya. Saat kami mencari solusi, ada dua perempuan mendekati saya dan mengatakan kalau TPSLN tidak dibuka lagi maka saya adalah orang (titipan) Prabowo. 'Kalau Anda tidak buka, kami akan bocorkan anda orang Prabowo!'" kata Muhammad saat jumpa pers di Gedung KPU Pusat Jakarta, Senin (7/7) malam WIB.
Pada saat itu, Muhammad enggan menanggapi ancaman dua buruh migran tersebut, sehingga membuat mereka kesal dan berteriak-teriak menyebut Ketua Bawaslu sebagai pendukung Prabowo. "Jadi, kesimpulan saya, banyak teman-teman (buruh migran) ini tidak sehat dan tidak logis," tambahnya.
Muhammad bersama dua komisioner KPU Pusat, Sigit Pamungkas dan Juri Ardiantoro, berada di Victoria Park, Hong Kong, pada Ahad untuk memantau jalannya pemungutan suara di 13 tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) di sana.
Berdasarkan kontrak peminjaman tempat umum, Pemerintah Hongkong hanya memberikan izin bagi Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) untuk menggelar pemungutan suara mulai pukul 09.00 hingga 17.00 waktu setempat.
Informasi tersebut juga telah disampaikan jauh-jauh hari kepada para pemilih yang mayoritas adalah pekerja migran, supaya mereka dapat meminta izin kepada atasan mereka untuk menggunakan hak pilihnya.
Namun, terdapat sejumlah pemilih yang belum dapat menggunakan hak pilihnya karena TPSLN sudah ditutup. Mereka, yang belum diketahui secara pasti jumlahnya, diduga datang ke Victoria Park setelah pukul 17.00, sehingga KPPSLN di sana tidak dapat melayani.
Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay mengatakan, keterbatasan waktu penyelenggaraan pemungutan suara tersebut merupakan izin yang diberikan oleh Pemerintah setempat.
"Akan berbeda jika TPSLN itu ada di kantor Kedutaan atau Konjen kita di sana. Jadi, harus dihormati juga peraturan dan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah setempat," ujar Hadar.
Seperti yang beredar dalam video jejaring sosial, tampak ratusan warga negara Indonesia pemilih melancarkan aksi protes karena merasa dihalangi-halangi untuk menggunakan hak pilih mereka pada hari pemungutan suara di Hong Kong.
Mereka meneriakkan kalimat-kalimat bernada protes dan menyebutkan nama salah satu calon presiden, yang seharusnya aksi berbentuk kampanye tersebut tidak boleh dilakukan pada hari tenang maupun pemungutan suara.