Petugas memasang segel pada gembok kotak suara yang berisi logistik Pilpres di KPUD Kab. Madiun, Jatim, Rabu (2/7).
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur mengantisipasi kecurangan pada pemilihan presiden di enam kabupaten/kota setempat. Di enam wilayah yang dinyatakan rawan kecurangan tersebut, Bawaslu Jatim memberlakukan perlakuan khusus untuk upaya pencegahan.
Menurut Ketua Bawaslu Jawa Timur, Sufyanto, kecurangan dan konflik pilpres diantisipasi di wilayah Madura, Kabupaten dan Kota Blitar, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Pasuruan. Wilayah tersebut dinyatakan rawan karena pada saat pemilu legislatif lalu terdapat kasus pelanggaran ataupun konflik. "Kami lakukan upaya khusus pencegahan untuk antisipasi kerawanan itu," ungkap Sufyanto ditemui di kantornya, Selasa (8/7).
Permasalahan saat Pileg lalu dicontohkan Sufyanto terjadi di Pasuruan. Sebanyak 13 ketua dan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) diberhentikan karena terbukti bekerjasama dengan peserta pemilu. Sementara, di Kecamatan Garum, Blitar, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diketahui mencoblos sendiri 110 lembar surat suara.
Di Madura, pungutan dan perhitungan suara ulang harus dilakukan karena diduga ada pelanggaran aturan pemilu. "Kalau Banyuwangi dan Jember, medannya cukup berat, wilayah luas," terang Sufyanto. Meski demikian, Sufyanto enggan merinci perlakuan khusus yang dilakukan di setiap daerah rawan konflik pemilu tersebut.
Untuk mengantisipasi kecurangan selama Pilpres, Bawaslu menerjunkan 25.503 pengawas pemilu lapangan tingkat desa di seluruh wilayah Jawa Timur. Jumlah pengawas tersebut masih ditambah 1.992 personel pengawas tingkat kecamatan (Panwascam) dan 114 orang pengawas tingkat Kabupaten.
Selain pengawas lapangan, Bawaslu dibantu relawan dari 11 perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi mengirimkan 200 relawan untuk terjun mengawasi pilpres. "Kami juga dibantu 8.501 relawan yang direkrut dari satu orang perdesa," ungkapnya.