REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) memetakan beberapa provinsi Indonesia berdasarkan potensi kerawanan. Hasil pemantauan di 10 provinsi, JPPR menilai ada tiga wilayah yang mempunyai potensi kerawanan dan ancaman intimidasi kategori tinggi.
Deputi Koordinator JPPR Masykurudin Hafidz mengatakan, tingkat potensi kerawanan dan ancaman intimidasi ini diukur antara lain dari polarisasi dukungan terhadap pasangan calon. Kemudian juga dari polarisasi partai politik pendukung dan tim kampanye.
"Serta situasi sosial, keamanan, dan politik di wilayah setempat dan potensi terjadinya pelanggaran pemilu," kata dia, dalam keterangan tertulis, Selasa (8/7) malam.
JPPR melakukan pemantauan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Aceh. Hasilnya ada tiga provinsi yang potensi kerawanan dan intimidasinya tinggi. "Yaitu Aceh, Sulawesi Selatan, dan NTT," kata Masykurudin.
Sebanyak tiga provinsi lainnya masuk dalam kategori sedang. Dalam kategori ini ada Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sementara sisanya, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta, masuk dalam kategori rendah dalam potensi kerawanan dan ancaman intimidasi.
Untuk provinsi dengan kategori potensi kerawanan tinggi, Masykurudin meminta agar penyelenggara pemilu meningkatkan kewaspadaan, pun dengan aparat keamanan. Selain itu, ia menilai perlunya strategi khusus untuk dapat menjaga situasi tetap kondusif menjelang pemilu hingga berlangsungnya proses rekapitulasi suara. "Hal ini juga perlu didukung oleh tim sukses dan pendukung masing-masing pasangan calon," kata dia.
Masykurudin mengatakan, tim sukses dan pendukung harus menghentikan segala tindakan negatif untuk menjaga suasana pemilu. Dengan berbagai peranan elemen ini, ia mengatakan, akan dapat membantu memberikan jaminan keamanan pada para pemilih.
Ia menilai keamanan dan tiadanya intimidasi merupakaan dasar bagi kebebasan pemilih datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Menyalurkan hak politik berdasarkan nuraninya, bukan berdasarkan rasa takut dari ancaman dari pihak lain," ujar dia.