Home >> >>
MUI Serukan Rekonsiliasi Nasional
Rabu , 09 Jul 2014, 17:25 WIB
Republika/Tahta Aidilla
Majelis Ulama Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan rekonsiliasi nasional pascapilpres. Agenda ini harus ditempuh untuk menyelamatkan bangsa dari ancaman disintegrasi akibat fanatisme yang dimunculkan dari kampanye pilpres.

"Seluruh elemen bangsa diimbau untuk rekonsiliasi," papar Ketua Umum MUI, Prof Din Syamsuddin, di Jakarta, Rabu (9/7). Masyarakat dari berbagai kalangan harus saling merangkul. Persaudaraan harus terbangun dan semakin kuat. Semua ini untuk menjaga Indonesia dari ancaman perpecahan.

Din menyatakan pilpres telah menyebabkan rakyat Indonesia secara umum dan Umat beragama pada umumnya, berbeda pandangan dan sikap. Satu pihak mendukung seorang capres. Pihak lain mendukung capres yang berbeda. Keduanya bahkan bersikeras menganggap pasangan yang didukungnya yang layak menggantikan SBY. Bahkan, jelasnya, tidak menutup kemungkinan mengarah kepada konflik komunal.

Pihaknya menjelaskan upaya pasangan capres untuk menang dilakukan berbagai cara. Hal ini kemudian melahirkan fanatisme. Masyarakat akhirnya menjadi korban ini semua.

Din melihat elit politik banyak berperan dalam melahirkan fanatisme. Hal ini kemudian mengakibatkan ketegangan antara massa pendukung satu capres dengan pendukung capres lainnya semakin memanas. "Kami berharap untuk rekonsiliasi," imbuhnya.

Bangsa ini menurutnya sudah sangat bagus perkembangan demokrasinya. Rakyat diyakininya bisa menyikapi dengan baik siapapun yang memimpin Indonesia. Sikap legawa akan dikedepankan. Para kaum elit politik diimbaunya menjadi teladan untuk berlegawa.

Jika kaum elit berlegawa maka masyarakat di akar rumput akan mencontoh. Tokoh agamawan juga diimbaunya untuk ikut mengarahkan masyarakat untuk rekonsiliasi. Semua ini dilakukan untuk memaksimalkan pembangunan bangsa. Energi bangsa ini dinilainya jangan sampai sia - sia untuk sekadar berbeda sikap dan pendapat soal pilpres. Erdy Nasrul

Redaktur : Agung Sasongko
Reporter : Erdy Nasrul
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar