REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik UGM, Ari Dwipayana mengatakan, hitung cepat Pilpres 2014 yang dilakukan sejumlah lembaga survei menunjukkan pengelompokan hasil yang berbeda.
Hal itu, kata dia, seharusnya tidak terjadi jika lembaga survei konsisten dalam menerapkan metodologi dan berjalan dalam kaidah kaidah etika surveyor. "Dengan metode quick count yang sama seharusnya hasil yang diperoleh juga sama," ujar Ari, Kamis (10/7).
Menurut dia, ada delapan lembaga survei yang memprediksi kemenangan Jokowi-JK dengan selisih sampai 1,9 hingga 6,74 persen. Selain itu, kata dia, ada empat lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo-Hatta dengan selisih 0,28 hingga 4,1 persen.
"Menariknya, RRI yg merupakan lembaga penyiaran publik, hasil hitung cepatnya memprediksi kemenangan Jokowi-JK 52,71 persen diatas suara Prabowo Hatta 47,29. Jadi faktor kredibilitas lembaga survei jadi rujukan utama dlam menilai sejauhmna hasil hitung jejaknya bisa dipercaya," tutur dia.
Selain RRI, kata dia, tujuh lembaga survei yang memprediksi kemenangan Jokowi-JK adalah lembaga survei yg sering menjadi rujukan utama dalam prediksi pemilu serta pilkada. "Dan satu lagi yang mengejutkan adalah hasil hitung cepat Poltracking Institute juga memprediksi kemenangan Jokowi-JK dengan angka 53,37 persen di atas Prabowo-Hatta 46,63 persen," papar dia.
Fenomena ini, kata dia, menyiratkan perlunya audit lembaga survei, baik dari sisi pertanggungjawaban metodologi maupun sumber dananya. Ia menilai lembaga survei abal-abal hanya menjadi alat untuk propaganda politik.