Home >> >>
Pengamat: Masyarakat Butuh Informasi yang Benar
Kamis , 10 Jul 2014, 14:00 WIB
Republika/Erik Purnama Putra
Hasil hitung cepat (quick count) Radio Republik Indonesia (RRI).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Archipelago Strategic Consultant - Archiss, Azwar Zulkarnaen mengatakan, hasil hitung cepat Pilpres 2014 yang dilakukan lembaga survei seharusnya bukan untuk kepentingan calon tertentu.

''Seharusnya untuk kepentingan pemilu yang berjalan aman dan damai, sekaligus untuk mencegah gesekan sosial yang muncul karena ini," ungkap Azwar, Kamis (10/7).

Untuk itu, pihaknya mendukung upaya asosiasi lembaga survei untuk mengaudit semua lembaga survei yang telah melakukan hitung cepat (quick count). "Audit metodologi, sample hingga sumber pendanaannya. Kemudian buka hasilnya kepada masyarakat, karena masyarakat membutuhkan informasi yang benar," cetusnya.

Azwar mengingatkan lembaga survei harus dapat memberikan informasi yang sebenarnya tanpa rekayasa agar publik dicerahkan dan mendapatkan informasi yang berimbang dan dapat dipercaya. Menurut dia, bila terjadi rekayasa  hal itu akan merusak demokrasi dan mengancam persatuan bangsa.

Hal senada juga diungkapkan Bayquni, dosen Komunikasi Politik, Universitas Moestopo Beragama. Menurut dia, saat ini banyak lembaga lembaga survei yang sudah mengumumkan hasil hitung cepatnya.

"Dan tentunya masyarakat saat ini sedang harap harap cemas tentang berapa jumlah suara yang diperoleh calon yang ia dukung. Tak heran kalau televisi menjadi andalan mereka dalam mengamati hitung cepat tersebut," ungkapnya.

Menurut dia, beberapa media televisi banyak yang menggunakan media survei yang ada seperti RCTI menggunakan IRC, TV One menggunakan Puskaptis, LSNI dan JSI. Sementara, kata dia,  Kompas TV menggunakan Litbang Kompas.

Bayquni menegaskan, sudah seharusnya lembaga survei memaparkan proses hitung cepat yang dilakukannya secara terbuka. Mulai dari memantau sampai pada proses perhitungan serta bagaimana mengambil sample-nya. ''Itu harus dijelaskan secara detail sehingga masyarakat menjadi yakin kalau riset tersebut adalah benar dan tidak direkayasa."

Jika menggunakan kacamata komunikasi politik, kata dia, yang harus diperhatikan adalah sumber, bagaimana sumber tersebut diperoleh," cetusnya. Intinya, kata dia, perlu adanya transparansi.

Redaktur : Heri Ruslan
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar