Home >> >>
SMRC Siap Buka-Bukaan Soal Quick Count
Kamis , 10 Jul 2014, 20:54 WIB
Republika/Wihdan
Direktur Riset SMRC Djayadi Hanan menjelaskan hasil survey calon presiden pada Pemilu 2014 di Jakarta, Rabu (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) siap untuk memenuhi panggilan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) kaitannya dengan perbedaan hasil quick count delapan lembaga survey yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan empat lembaga survey yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Pilpres 9 Juli 2014.

“Kita siap, kita akan menyiapan semuanya, nanti di sana, data forensik akan di audit semua,” kata Direktur Riset SMRC, Djayadi Hanan dalam Konferensi Pers Lembaga-Lembaga Penyelenggara Quick Count Pilpres 2014, di Hotel Atlet Century, Kamis (10/7).

Menurut Djayadi, nantinya Persepi akan mengaudit tentang bagaimana sempelnya bagaimana tim metologi, teknologi apa yang dipakai, dan apakah survey itu dilaksanakan. Terkait waktu pemanggilan, dia belum mengetahui secara pasti. Dari empat lembaga survey yang memenangkan Prabowo-Hatta dalam quick count, dua diantaranya menjadi anggota Persepi, yakni Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Pusat Kajian Pengembangan dan Kajian Strategis (Puskaptis). “Harusnya mulai hari ini tapi kami belum tahu pasti jadwalnya,” imbuhnya.

Djayadi mengatakan, ada dua kemungkinan perbedaan hasil quick count 12 lembaga survey tersebut. Yakni, sampel yang salah atau ada niat manipulasi data. Nantinya hal itu akan diputuskan dewan etik. “Kalau di kalangan kita apakah itu ada kesalahan metologi nanti tergantung pada dewan etik,” jelasnya.

Di sisi lain, biaya pelaksanaan survey dan quick count di Indonesia dinilai sangat mahal. Selain banyaknya TPS, medan yang cukup sulit dan relawan harus turun ke lapangan. Biaya tersebut untuk membayar honor dan akomodasi ribuan relawan sampai ke TPS.

“Survei di Indonesia seperti ini sudah dilakukan di Amerika 60 tahun yang lalu, quick count yang dilakukan di Indonesia saat ini sangat mahal. Kalau di Amerika semuanya dihubungi lewat telepon, sedangkan kalau di Indonesia diterapkan itu hanya mewakili 20 persen penduduk,” jelasnya.

Redaktur : Nidia Zuraya
Reporter : c87
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar