Petugas kepolisian menangkap massa yang berusaha merampas kotak suara usai pencoblosan ketika simulasi pengamanan tempat pemungutan suara (TPS) di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Senin (7/4). (Antara/Wahyu Putro)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu yang terdiri dari ICW, LIMA, JPPR, Perludem, Migrant Care, YLBHI, LBH Jakarta, AJI Jakarta, ILAB, Satu Dunia, TII, KIPP Indonesia meminta agar capres dan tim sukses menghargai proses demokrasi.
Perwakilan Jaringan Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu dari Perludem Veri Junaidi mengatakan, saat ini masing-masing capres sudah mengklaim kemenangan. "Kalau hal ini tidak dikelola dengan baik, akan timbulkan potensi gesekan antar pihak. Diharap semua pihak menghargai proses pemilu yang anti money politic, anti kekerasan," kata Very di Jakarta, Kamis, (10/7).
Potensi ke depan yang mengkhawatirkan, ujar Very, terkait dengan mekanisme rekapitulasi. "Makanya masing-masing tim sukses maupun saksi harus saling mengawal suara hasil pilpres hingga akhir,"ujarnya.
Di pileg saja, menurut Very, terjadi banyak pelanggaran dan potensi kecurangan. "Dengan hasil survei yang sangat tipis potensi kecurangan cukup besar, makanya harus dikawal suaranya,"terangnya.
Proses rekapitulasi, ujar Very, harus dikawal dan dipantau pengawas, masing-masing tim sukses, masing-masing saksi. Sehingga hasil akhir benar-benar sesuai.
Jika ini dilakukan, kata Very, sengketa antar capres bisa diminimalisir. Demokrasi yang diharapkan akan terwujud.
Bawaslu, ujar Very, mempunyai tugas yang cukup berat. Mereka harus benar-benar mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran dan kecurangan.
Jika terjadi kecurangan, kata Very, Bawaslu harus menindak. Jangan sampai laporan kecurangan malah dilarikan ke ranah politik, audit terhadap metodologi lembaga survei yang berbeda-beda juga harus dilakukan.