Petugas kepolisian berjaga di TPS 06 yang menjadi tempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga untuk menyalurkan hak suaranya pada Pilpres 2014 di Kompleks Sekolah Alam Cikeas, Bogor, Rabu (9/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan, selisih tipis hasil hitung cepat perolehan suara pilpres dapat menimbulkan potensi kecurangan. Khususnya dalam tahapan rekapitulasi berjenjang hingga di tingkat KPU Pusat.
"Indikasi potensi kecurangan itu ada dan kami tetap mencermati itu. Apalagi pemberitaan di media massa kemarin terkait hasil hitung cepat dari lembaga survei menunjukkan selisih yang sangat tipis," kata Muhammad, Kamis (10/7).
Menurut dia, tipisnya selisih perolehan suara kedua pasangan calon di hitung cepat dapat menimbulkan dinamika politik yang cukup tinggi di antara dua kubu pendukung.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum menegaskan, hitung cepat bukan hasil rekapitulasi yang secara resmi dikeluarkan oleh KPU.
Karenanya, perolehan angka survei yang berbeda sebaiknya tidak dipercaya sebagai hasil akhir penghitungan pilpres.
"Pelaksanaan quick count dan survei adalah bentuk partisipasi masyarakat yang dalam PKPU Nomor 14/2014 itu dinyatakan secara jelas bahwa hasil hitung cepat bukan hasil resmi penghitungan suara KPU," kata Husni.
KPU juga berharap seluruh lapisan masyarakat mengawal proses tahapan rekapitulasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Mulai hari ini (Kamis) sampai 12 Juli adalah kegiatan rekapitulasi di tingkat desa-kelurahan yang dikelola oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kami membuka partisipasi seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengikuti rangkaian kegiatan rekapitulasi agar masyarakat menjadi bagian penting dalam menentukan kualitas rangkaian kegiatan Pemilu yang tersisa," ujar Husni.