Home >> >>
Klaim Menang Berdasar Lembaga Survei Disebut Arogan
Jumat , 11 Jul 2014, 10:43 WIB
Agung Supriyanto/Republika
Direktur eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi menjadi pembica dalama konfernsi pers lembaga-lembaga penyelenggara Quick Count Pilpres 2014 di Hotel Century, Jakarta, Kamis (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga survei yang mengklaim hitung cepatnya yang paling benar dan lembaga lain dengan hasil berbeda sebagai pihak yang salah, adalah lembaga survei arogan.

"Pernyataan tersebut sangat arogan karena merasa paling benar dan antiterhadap perbedaan. Pernyataan tersebut mendahului kehendak Tuhan," ujar pengamat politik UIN Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra, Jumat (11/7).

Menurutnya, dalam hitung cepat faktor kesalahan dapat dimaklumi. Berbeda halnya dengan kebohongan. Karenanya, hasil hitung cepat bisa saja benar tapi tidak akurat. Atau bisa saja hasilnya tidak benar dan tidak akurat. 

"Benar tapi tidak akurat itu misalnya hitung cepat pileg April lalu. Berdasarkan quick count, benar PDIP pemenang pileg. Tapi banyak lembaga survei yang tidak akurat dalam presentasi jumlahnya melampaui margin error yang ditetapkan," ujar dosen kuliah opini publik tersebut.

Menurut Iswandi banyak juga hasil hitung cepat yang dilakukan tidak benar dan tidak akurat. Misalnya pilpres 2004 saat TVRI bekerja sama dengan Institute for Social Empowerment and Democracy melakukan hitung cepat.

Ketika itu, katanya, hasil hitung cepat dua lembaga itu menyebut Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi menang tipis 50,07 persen dari Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) yang mendapat 49,93 persen.

Namun, setelah dihitung resmi oleh KPU, Megawati-Hasyim ternyata kalah. "Demikian juga hitung cepat pilkada Jabar 2013. Hitung cepat lembaga survei menyebut Rieke-Teten yang didukung oleh PDIP unggul tipis 30,4 persen dari Aher-Deddy Mizwar 29,4 persen. Tapi hitungan KPU putuskan Aher-Deddy yang menang," ujarnya.

Karenanya, dia mengimbau masyarakat untuk tidak langsung percaya pada hitung cepat. Jangan malah sampai nanti menimbulkan kekecewaan dan malah menciptakan kekisruhan.

"Hitung cepat tapi hasilnya belum tentu akurat dan tepat. Mereka yang mengklaim hitung cepat paling benar itukan dibayar mahal. Mereka ini yang sebenarnya membajak demokrasi. Sistem demokrasi kita sudah mengatur hitungan KPU yang sah. Jangan arogan merampas kewenangan KPU. Serahkan semua soal penghitungan suara pada KPU. Biarkan mereka bekerja dengan tenang," ujar dia.

Redaktur : Mansyur Faqih
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar