Kameramen mengambil gambar penyampaian hasil riset Lembaga survei Pusat Data Bersatu (PDB) dengan tema 'Persaingan Capres Siapa Menang di Tikungan Akhir' di Jakarta, Kamis (3/7). (Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap lembaga survei yang mengeluarkan hasil hitung cepat bahwa pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah unggul merupakan bentuk kecerobohan.
Apalagi, ada yang bersikeras hanya hasil survei mereka yang benar. Padahal, penetapan pemenang baru dilakukan KPU pada 22 Juli mendatang.
"Itu klaim sepihak karena lembaga-lembaga survei menggunakan metodologi yang berbeda antara mereka," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar ketika dihubungi kemarin.
Dia menyatakan, lembaga survei telah membentuk opini dan menggiring publik agar menjadikan hasil quick count mereka yang menjadi acuan.
"Kecenderungannya makin terlihat, sekarang mereka bahkan memasang resistensi terhadap apapun hasil akhir real count KPU," ujarnya
Akbar menyebutkan, kenyataan itu menunjukkan lembaga survei yang mengunggulkan Jokowi-JK melakukan segala upaya demi memenangkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 itu.
"Bagaimanapun juga, seharusnya mereka tetap menggunakan KPU sebagai acuan final. Tapi justru menggunakan kapasitas intelektualitas mereka untuk kepentingan sepihak," katanya.
Dia melanjutkan, "Ingat, dulu ketika menjelang Pileg 9 April, mereka ini memprediksi empat parpol Islam terpental dari Senayan. Dan tidak terbukti kan?"