REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan mengingatkan pasangan capres-cawapres jangan menggunakan hasil hitung cepat (quick count) untuk perang urat syaraf (psywar).
"Saya melihat kubu pasangan nomor dua gencar melakukan psywar membentuk opini publik dengan memanfaatkan hasil hitung cepat. Sedangkan kubu lain menyerahkan pada KPU," katanya di Jakarta, Sabtu (12/7).
Syahganda mengatakan, pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla gencar melakukan pembentukan opini melalui media sosial dan media massa. Yaitu bahwa hitung cepat yang berpihak pada mereka merupakan hasil final.
Bila berlangsung terus, katanya, itu dapat menjadi tekanan kepada publik. Karena masih terlalu dini menyimpulkan kemenangan dari hasil hitung cepat lembaga survei dan terkesan dipaksakan.
Itu sekaligus mengindikasikan pengabaian keberadaan resmi. Bahwa KPU yang berwenang menetapkan pemenang pilpres sesungguhnya.
"Jadi, tidak masuk akal menyatakan Jokowi-JK telah memenangi pilpres, atas dasar adanya asumsi serta prediksi melalui quick count yang tidak bisa dipastikan kebenarannya," ujar Syahganda.
Bahkan, katanya, ada pernyataan dari Burhanuddin Muhtadi yang berlebihan. Ia menyalahkan KPU bila hasil dari hitung manual berbeda dari lembaga surveinya yang memenangkan Jokowi-JK.
Sedangkan lembaga survei lain yang juga memenangkan pasangan nomor urut dua menyebut diri sebagai yang paling kredibel. "Ini jelas perang urat syaraf dan tidak etis," katanya.
Ia menambahkan tentu akan sulit sekali kalau tidak berorientasi dalam menempatkan KPU yang memiliki kekuatan konstitusional dalam menetapkan hasil pemilu.