REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Leo Agustino menilai, demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan sangat baik.
Menurut dia, pelbagai perubahan ke arah 'demokrasi matang' sudah banyak dilakukan. "Namun, saya menilai, dinamika politik Indonesia sebelum dan pasca Pilpres kali ini akan menjadi preseden buruk bagi 'deepening democracy' di negara kita," ujar Leo dalam siaran persnya, Sabtu (12/7).
Hal itu, kata dia, terjadi karena beberapa alasan. Pertama, kata dia, adanya usaha untuk mengacaukan hasil hitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei yang kredibel, terpercaya, dan berintegritas. "Paling tidak dalam perspektif saya."
Ia menyebut pengacauan hasil hitungan cepat tersebut setidaknya dilakukan oleh pollster yang jejak rekamnya belum teruji punya kredibilitas dan integritas yang baik.
Akibatnya, kata dia, muncul kebingungan di level masyarakat luas, terutama pollster mana yang pantas dipanuti. "Malangnya, rakyat kita telah terbelah menjadi dua kelompok besar yang saling klaim kemenangan masing-masing jagoannya," papar diam
Jika situasi itu tidak diselesaikan, Leo mengaku khawatir keterbelahan masyarakat yang sudah terbelah akan menjadi semakin akut. "Oleh sebab itu, hal yang terbaik adalah masing-masing Capres menahan diri untuk tidak berlaku 'berlebihan' terutama di balik layar; sebab politik selalu menyediakan ruang bagi elit politik berlaku di front maupun back stage," tegasnya.
Ia juga khawatir, di front stage, elit politik kita seolah-oleh tenang, tapi di back stage, melakukan aksi atau tindakan yang Machiavellis.