Sejumlah relawan dan anggota tim pemenangan menyaksikkan hasil quick count Pemilu Presiden 2014 melalui layar lebar di Posko Pemenangan Jokowi-JK, Jl Cemara 19, Menteng, Jakarta, Rabu (9/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Dr Margarito menyatakan, semua lembaga survei yang melakukan hitung cepat (quick count) sebaiknya menghentikan publikasi data sampai KPU mengumumkan hasil pemilihan presiden 22 Juli mendatang.
"Ini untuk menenangkan situasi," katanya kepada pers di Jakarta, Sabtu kemarin.
Dia menegaskan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga yang paling berhak dan berwenang memutus pasangan capres-cawapres pemenang pemilihan presiden. Selain KPU, kata dia, tidak ada institusi yang berwenang, termasuk lembaga survei.
Penegasan tersebut dikemukakan Margarito menanggapi klaim kemenangan dua pasangan capres, berdasarkan data "quick count" atau hitung cepat beberapa lembaga survei. Menurut Margarito, kewenangan KPU tidak bisa dihilangkan oleh siapapun, termasuk oleh sejumlah lembaga survei yang merasa paling hebat.
"Konstitusi telah memberikan mandat pada KPU sebagai penyelenggara pemilu legislatif dan pilpres. Jadi dengan alasan apapun dan oleh siapapun, kewenangan itu tidak bisa dihilangkan, kecuali konstitusi menganulir mandat KPU tersebut," ujarnya.
Doktor ilmu tata negara lulusan UI ini menyatakan, kalaupun kemudian ada pihak yang menilai KPU tidak profesional atau tidak puas dengan mekanisme dan cara kerja KPU dalam merekapitulasi surat suara, maka ada saluran hukum, yaitu melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Klaim kemenangan pasangan capres-cawapres sampai saat ini hanya didasarkan pada hasil "quick count" dan hal itu tidak bisa dianggap sebagai kemenangan yang definitif, sebab hanya berdasarkan perkiraan. "Klaim kemenangan berdasar 'quick count' tidak punya nilai dan kekuatan hukum," kata Margarito.
Menjawab pertanyaan apakah klaim kemenangan akan berpengaruh pada opini publik, Margarito membenarkan, namun hal itu tidak berimplikasi pada hukum karena nantinya hanya KPU yang berhak memutus kemenangan atau kekalahan pasangan capres berdasarkan data "real count" atau rekapitulasi penghitungan KPU.
"Intinya, apakah mereka dalam hal ini lembaga survei, memiliki data atau fakta formulir C1, C1 Plano, DA dan DB? Formulir itu yang harus dimiliki untuk dasar perhitungan," katanya.
Karena itu, Margarito mengimbau semua lembaga survei yang melakukan "quick count", sebaiknya menghentikan publikasi hasil "quick count" sampai KPU mengumumkan hasil pilpres 22 Juli nanti. "Ini untuk menenangkan situasi," katanya.