Home >> >>
Pengamat: Ada Upaya Rusak Demokrasi Indonesia
Ahad , 13 Jul 2014, 18:58 WIB
Republika/Edwin Dwi Putranto
Pasangan Peserta Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla saling menyapa sebelum Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6). Debat pertama tersebut mengambil tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan Yang Bersih dan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Leo Agustino, mengatakan pascapemilihan presiden pada 9 Juli lalu diduga ada upaya untuk mengacaukan hasil penghitungan suara, sehingga akan merusak tatanan demokrasi di Indonesia.

"Dinamika politik Indonesia sebelum dan pasca-pilpres kali ini akan menjadi preseden buruk bagi 'deepening democracy' di negara ini. Ini karena beberapa alasan," katanya dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Ahad (13/7).

Ia mengungkapkan, pertama, adanya usaha untuk mengacaukan hasil hitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei yang kredibel, terpercaya, dan berintegritas.
"Pengacauan hasil hitungan cepat tersebut setidaknya dilakukan oleh pollster yang jejak rekamnya belum teruji punya kredibilitas dan integritas yang baik," kata Leo.

Selain itu, lanjut dia, dirinya mendapat informasi, situasi ini merupakan langkah terencana yang dilakukan oleh Rob Allyn, seorang konsultan politik AS, yang berafiliasi dengan salah seorang kontestan Pilpres. Situasi ini tentu saja dilakukannya untuk memenangkan capres yang menyewanya. Jejak rekam Rob Allyn yang melakukan tindakan 'muddy the statistical waters' di Indonesia, sebelumnya juga pernah dilakukan di Meksiko beberapa waktu lalu. "Setidaknya ini yang Saya baca informasinya dari 'kicauan' Prof Dr Marcus Mietzner," kata Leo.

Akibatnya, kedua, muncul kebingungan di level masyarakat luas, terutama pollster mana yang pantas dipanuti. Malangnya, rakyat kita telah terbelah menjadi dua kelompok besar yang saling klaim kemenangan masing-masing jagoannya.

Ketiga, masyarakat yang telah meyakini kemenangan 'jagonya' Rob Allyn, tentu akan 'menghukum'KPU apabila hasil real count lembaga negara itu tidak sama dengan quick count pollster yang mendukung pasangan no urut 1. "Jika situasi ini tidak diselesaikan, saya khawatir keterbelahan masyarakat yang sudah terbelah akan menjadi semakin akut," katanya.

Oleh sebab itu, hal yang terbaik adalah masing-masing Capres menahan diri untuk tidak berlaku 'berlebihan' terutama di balik layar karena politik selalu menyediakan ruang bagi elit politik berlaku di front maupun 'back stage'. "Yang saya khawatirkan sekarang, di 'front stage', elit politik kita seolah-oleh tenang, tapi di 'back stage', ia melakukan aksi atau tindakan yang 'Machiavellis'," ucapnya.

Redaktur : Muhammad Fakhruddin
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar