REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membuar serial tweet terkait dengan lembaga survei. Dia menarik kejadian momen sebelum Pilpres 9 Juli lalu, di mana kubu lawan membuat survei pesanan yang menghasilkan kemenangan telak sampai 70 persen. Tidak lupa, ia membuat tagar #AntiPKI alias anti oartai klaim Indonesia.
"Semua lembaga survei didominasi...seperti ada monopoli dan mafia lembaga survei. Tak ada yang bantah," katanya melalui akun Twitter, @Fahrihamzah.
Menurut dia, kubu lawan bahkan berani sesumbar luar biasa, seolah akal disembah dan tak ada lagi yang ghaib. Bahkan, menurut Fahri, mereka cenderung jemawa. "Kata mereka, jika calon mereka disandingkan sandal jepit sebagai wapres (sebelum ketemu JK) tetap menang.
Yang membuatnya geram, ada tim sukses kubu Jokowi-JK yang sesumbar siap dipotong lehernya kalau pasangan nomor urut 2, itu kalah. Hal itu pernah dilontarkan akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando beberapa waktu lalu.
"Ada juga yang bilang, kalau calon mereka kalah maka 'potong leher saya'," ujar caleg PKS peraih suara terbanyak dari dapil NTB itu.
Setelah hasil survei seragam mengunggulkan Jokowi, kata dia, muncul survei yang hasilnya berkebalikan. "Lalu tiba2 muncul lembaga survei yang berani bikin survei berbeda. Mulailah diem dan mingkem."
Fahri melanjutkan, "Sampai menjelang pemungutan suara, mereka umumnya diam. Semua survei berbalik arah." Dia optimistis, peluang menang Prabowo-Hatta masih terbuka. "Sampai sekarang, kami masih yakin bahwa karena keyakinan mereka telah patah maka mereka telah kalah."
Dia menyatakan, elektabilitas Jokowi yang pada awalnya unggul pada akhirnya disalip pada detik-detik terakhir. "Bayangkan dari keyakinan penuh 70:30 menjadi percaya 50:50 luar biasa. Mata mereka terbelalak."
Gara-gara itu, kubu lawan panik. "Kepanikan ini, dikompensasi dengan menghalalkan segala cara. Memakai cara kasar dan menuduh duluan."