REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, makna koalisi permanen yang dibentuk pasangan Prabowo-Hatta penuh dengan ambiguitas baik dari segi tata negara dan juga sistemik. Selain itu, sistem politik Indonesia juga tidak mengenal istilah Koalisi Permanen.
"Saya menyangsikan istilah permanen, karena secara UU dan sistem politik tidak mengenal istilah tersebut, ini semacam lelucon politik karena secara sistemik tidak memiliki dasar apapun." ujar Yunarto saat dihubungi Republika Online, Selasa (15/7).
Yunarto menambahkan, surat penandatanganan koalisi permanen juga tidak bisa dianggap mengikat sehingga kemungkinan partai koalisi untuk keluar dari koalisi permanen ini selalu ada. "Jika nantinya ada partai politik yang akan keluar dari koalisi permanen ini maka tidak akan melanggar apapun," katanya.
Dia juga mengkritisi, semua partai yang tergabung dalam koalisi permanen ini berpeluang untuk hengkang. Hal tersebut dikarenakan sejak awal beberapa partai koalisi telah bermain dua kaki. "Khusus untuk Golkar akan sulit menjadi opisisi jika Jokowi-JK menang, karena partai ini selalu dekat dengan kekuasaan dan selalu berkoalisi," paparnya.
"Nantinya jika Jokowi-JK menang, partai-partai yang tergabung dengan koalisi permanen ini akan bergugur dengan sendirinya , prinsip politik orang atau kelompok akan bergabung kepada yang menang," ujarnya.