Prabowo Subianto (kelima kanan) berfoto bersama petinggi tujuh partai usai penandatanganan nota kesepakatan Koalisi Permanen Merah Putih yang diwakili Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (kedua kanan) di Pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/7
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengajar Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Yogi Suprayogi Sugandi berpendapat isu-isu pragmatis melatarbelakangi deklarasi Koalisi Merah Putih secara permanen dari partai pendukung capres-cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Menurutnya koalisi ini akan pecah sebelum berkembang.
Yogi mengatakan polarisasi nasionalis dan relijius dalam koalisi ini tidak akan pernah abadi. "Di era Gus Dur (presiden Abdurrahman Wahid) misalnya, partai tengah sempat membuat aksi impeach pada calonnya sendiri (Gus Dur)," kata Yogi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (15/7).
Dia mencontohkan, PPP yang pada perjalanannya mendukung capres nomor urut satu itu sempat mengalami pasang surut dan terdapat perpecahan dalam internal partai. "Bukan tidak mungkin pendukung capres nomor urut dua akan bangkit jika capres nomor urut dua menang," kata dia.
Begitu juga, lanjut dia, isu perpecahan di koalisi merah (nasionalis) seperti Golkar, dengan gerbong Jusuf Kalla akan menguat jika wacapres nomor urut dua itu menang. Pada dasarnya, kata Yogi, Golkar selalu mengikuti arah pemenang. "Belum ada sejarahnya Golkar menjadi oposisi," kata Yogi.
Partai ini, ujarnya, berpengalaman memainkan isu-isu kunci politik, sehingga sangat strategis untuk selalu berada dalam pemerintahan. Dengan kata lain, kata Yogi menegaskan, deklarasi koalisi permanen hanya sekedar jualan politik dari pada upaya mengakomodir kepentingan rakyat.