Ketua DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai menghadiri diskusi bertajuk "Tiga Skenario Koalisi Capres Pilpres 2014" di Jakarta, Ahad (13/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koalisi permanen yang dideklarasikan partai Koalisi Merah Putih dinilai menjadi titik klimaks kekecewaan sejumlah kader Partai Golkar. Oleh sebab itu sejumlah kader lintas generasi partai berlambang beringin itu mendesak dipercepatnya Musyawarah Nasional (Munas) ke-9 Partai Golkar selambat-lambatnya 4 Oktober 2014.
Politikus Golkar, Yorrys Raweyai mengatakan, kader merasakan akumulasi kekecewaan yang berkepanjangan dalam lima tahun terakhir. "Klimaksnya dengan koalisi permanen yang dideklarasikan kemarin," kata Yorrys Raweyai dalam konferensi pers bertema Penyelamatan Partai Golkar di gedung Proklamasi Kemerdekaan, Selasa (15/7).
Yorrys mengatakan, kekecewaan mulai muncul dengan adanya keputusan-keputusan yang diambil tidak sesuai mekanisme organisasi. Partai Golkar telah membentuk satu badan untuk bisa memenangkan partai di pemilukada sejak 2008-2012, dan Pileg 9 April lalu. Dalam catatan sejarah, Golkar untuk pertama kalinya memperoleh hasil sangat memprihatinkan di Pileg 2014.
Selain itu DPP mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang otoriter dan tidak sesuai mekanisme partai. Yorrys menyontohkan, pemecatan tiga kader Partai Golkar yakni Nusron Wahid, Agus Gumiwang, dan Poempida Hidayatullah yang dianggap sangat otoriter.
Menurut Yorrys, bergabungnya Golkar dalam koalisi permanen tersebut inkonstitusional. Sebelumnya, kata Yorrys, para kader memberikan amanat kepada ketua umum Aburizal Bakrie untuk menentukan koalisi untuk mendukung capres-cawapres mana tapi harus menyampaikan kembali melalui rapimnas, namun ketua umum tidak pernah menyampaikan.