Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencat hasil perolehan suara di tingkat kecamatan
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rekapitulasi penghitungan suara pilpres 2014 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Jawa Timur diwarnai interupsi.
"Kami mempermasalahkan kejanggalan surat edaran KPU Surabaya berupa Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DKPTb)," kata saksi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Arief Indrianto dalam rapat pleno rekapitulasi suara pilpres di KPU Surabaya, Rabu (16/7).
Menurut dia, warga Surabaya harus mengetahui dan mendapatkan kejelasan terkait pemilih ganda yang masuk dalam DKPTb. Karena kejanggalan tersebut dalam pilpres sangat mempengaruhi perolehan suara.
Menurutnya, jika tidak ada perbaikan dan kejelasan, maka akan mencederai demokrasi di Surabaya. "Ini yang tidak boleh terjadi, makanya KPU harus memberi penjelasan sebelum melanjutkan rekapitulasi suara pilpres," katanya.
Jika terbukti terdapat pelanggaran, ia mengusulkan pencoblosan ulang di sejumlah TPS. Tercatat ada sekitar 136 pemilih DKPTb di 136 TPS di 24 kecamatan. "Tentunya di 136 TPS itu harus diulang," ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPU Surabaya Robiyan Arifin mengatakan pemberian kesempatan pemilih memberikan hak suara dalam pilpres dengan KTP atau keterangan domisili sudah sesuai dengan aturan KPU. Karena bertujuan memberikan kesempatan dan melayani warga untuk menyampaikan hak suaranya.
Robiyan mengatakan, tidak ada aturan yang ditabrak KPU Surabaya dalam menjalankan pilpres. "Itu yang kami jalankan, tidak ada tabrakan aturan yang dikeluarkan KPU Surabaya," katanya.
Surat edaran dari KPU Surabaya itu, menurut Robiyan, menjadi dasar bagi KPPS dan PPK dalam melaksanakan tahapan pilpres dengan pemilih yang tidak membawa form A5 dan dimaksukkan dalam form DPTKTb.
"Itu telah dijalankan KPPS dalam pilpres dengan memberi waktu pemilih DKPTb mulai pukul 12.00-13.00 WIB," tutur Robiyan.