REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Inisiatif pembentukan koalisi permanen Merah Putih oleh partai politik pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sulit dijamin keberlanjutannya.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, kepentingan inisiatif penguatan koalisi itu terlalu prematur karena dibentuk pada saat belum jelas siapa menang dan siapa yang kalah. "Sehingga tidak ada jaminan akan permanen," kata Arie di Yogyakarta, Rabu (16/7).
Menurut dia, dalam koalisi tersebut satu partai dengan partai lain sesungguhnya tidak ada hubungan kimiawi. Apalagi antarelemen partai koalisi itu memiliki sejarah saling bersaing satu dengan lainnya. "Kita lihat saja persaingan yang pernah terjadi antara PAN dengan PKS, kemudian Gerindra dengan Partai Demokrat. Ini masih sulit untuk menyandingkan secara permanen," kata dia.
Sementara itu, menurut dia, Partai Golkar juga memiliki potensi terjadi perselisihan internal apabila inisiatif bergabung dalam koalisi itu dilanjutkan. "Bahkan kalau saja Musyawarah Nasional (Munas) Partai itu (Golkar) dipercepat, dan terjadi pergantian kepemimpinan misalnya Agung Laksono yang terpilih sebagai ketua, sangat mungkin koalisi tersebut akan dicabut," katanya.
Selanjutnya, kata dia, apabila pasangan tersebut pada akhirnya kalah, sangat mungkin partai-partai yang memiliki orientasi transaksional akan hengkang. "Kalaupun niat pembentukan koalisi untuk menjadi oposisi itu tidak mungkin, karena mereka tidak memiliki sejarah untuk itu. Kalaupun oposisi harus sendiri-sendiri," kata Arie.