Home >> >>
Rapat Pleno Terbuka Pilpres, Polisi Usir Wartawan
Kamis , 17 Jul 2014, 13:40 WIB
Seorang perwakilan parpol memotret layar perhitungan pada rapat pleno terbuka penetapan perolehan calon legislatif terpilih Pemilu 2014 di Gedung KPU, Jakpus, Rabu (14/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, PENAJAM -- Seluruh wartawan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diusir polisi saat ingin meliput rapat pleno terbuka hasil perolehan suara pilpres. Peristiwa pengusiran terjadi di aula KPU Kabupaten PPU, Kamis (16/7).

Samir, jurnalis koran TribunKaltim mengaku heran atas kejadian tersebut. Seorang perwira polisi Polres PPU berteriak di aula. "Yang tidak punya undangan silakan keluar, termasuk wartawan," tutur Samir menirukan teriakan polisi saat dihubungi ROL.

Samir kian heran lantaran KPU sebagai tuan rumah justru meminta wartawan meliput. "Tapi, kami diusir. Kenapa tidak ada satu pun wartawan yang boleh meliput," protesnya. Atas peristiwa tersebut, seluruh awak media yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Benuo Taka di PPU melakukan boikot pleno tersebut. 

Para jurnalis sudah menanyakan alasan pelarangan liputan secara baik-baik. Namun, tetap ditolaknya. Alasannya instruksi Kasat Intel lantaran Protap dari Polri. "Ini aneh. Polisi arogan sekali. Baru ini kejadian di Indonesia. Sejarah baru, rapat pleno terbuka KPU dilarang diliput," jelasnya.

Bagus Purwa, wartawan Kantor Berita Antara, menambahkan, dirinya sangat terkejut dengan arogansi kepolisian. Ia menanyakan etika polisi yang berteriak mengusir di depan tamu undangan. "Baru ini diusir. Ada apa? KPU sendiri sudah menyediakan tempat. Tapi, kenapa polisi melarang?" tanyanya heran.

Begitu pula dengan Edwin. Kepala Biro Kaltimpost PPU, sangat terkejut. "Kenapa dilarang? Kenapa polisi berteriak dan kasar kepada kawan-kawan wartawan?" tuturnya. Ia meminta Kapolres dan polisi terkait meminta maaf secara terbuka di media. Sekaligus memberi sanksi kepada polisi tersebut.

Ketua KPU PPU, Feri Mei Efendi, ikut terkejut mendengar pengusiran wartawan. Apalagi pleno itu diboikot. Tidak satu pun media meliputnya. "Saya kaget. Ini insiden. Pantas saja kok wartawan tidak ada yang muncul. Ternyata ada insiden itu," jelasnya. Ia berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi seluruh pihak. 

Atas aksi ini para wartawan di sejumlah daeraj di Kaltim melakukan aksi solidaritas memprotes arogansi kepolisian.

Redaktur : Fernan Rahadi
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar