Shohibul Iman (kanan) berjabat tangan dengan Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi (kiri).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak hanya fasih bicara metodologi penelitian, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menganalisis, politik akan sangat dinamis dalam beberapa hari menjelang penetapan perolehan suara oleh KPU pada 22 Juli mendatang.
Menurut dia, kubu Jokowi-JK yang berada di ambang kemenangan membutuhakan kawan koalisi baru untuk 'mengamankan' Parlemen. Sejauh ini, Burhanudin melihat beberapa partai mulai menunjukan riak-riak ingin merapat ke pihak Jokowi, salah satunya adalah Partai Golkar.
"Kalau Golkar sampai tanggal 20 Juli belum juga Munas, PDIP harus melirik partai lain, Demokrat dan PPP, misalnya," ujarnya dalam seminar bertajuk 'Quick Count, Etika Lembaga Riset dan Tanggung Jawab Ilmuwan' di Universitas Paramadina, Kamis (17/7).
Kendati begitu, menurut Burhanudin, Jokowi akan lebih diuntungkan jika mendapat dukungan dari Partai Demokrat (PD) daripada Golkar. "Secara politik, Golkar itu terkenal licin. Kepalanya dipegang, ekornya bisa ke mana-mana. Kalau Demokrat, itu juga berarti mengamputasi kekuatan JK, sehingga Jokowi tetap dominan," ujarnya.
Namun demikian, menurut Burhanudin, koalisi Demokrat dan poros PDIP, menyisakan persoalan psikologis antara Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan SBY yang belum mencair.
Mengomentari partai-partai penyokong Prabowo-Hatta yang mendeklarasikan koalisi permanen, Burhanudin menganggap istilah itu tidak masuk akal. "Enggak lah, dalam politik itu enggak ada yang permanen. Apa saja bisa terjadi," prediksinya.