REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo mengaku baru saja dapat “surat cinta” (teguran) dari Ketua LIPI. Dalam sejarah menjadi peneliti, kata dia, baru dua kali dapat surat cinta.
Sebelumnya, saat pemerintah era presiden Habibie. "Bagi saya, seorang ilmuwan itu saintis dan setengah tukang yang memiliki kompetensi. Dalam bekerja, mereka memiliki etika dalam pekerjaannya," kata Hermawan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/7).
Menurutnya, intelektual harus mengabdi pada negara dan masyarakat. Sementara, kata dia, pegawai negeri sipil (PNS) harus mengabdi oleh rejim pemerintah, namun negara tidak boleh bubar. Karena itu, dia dan kawan-kawan peneliti lain yang mendapat surat teguran berkewajiban agar menjaga negara tidak bubar. "Pada era Habibie, saya mengadakan diskusi untuk mengkritik rejim Suharto karena ini kewajiban sebagai intelektual. Karena itu, saya dipanggil surat cinta sama seperti sekarang. Apalagi situasi sekarang tidak sehat. Karena itu kami sebagai PNS harus memihak (Jokowi-JK)," ujarnya.
Hermawan juga menyoroti persoalan quick count yang terjadi saat ini. Menurutnya, sekarang ini, semua orang Indonesia main dukun. "Quick count itu seperti kita makan ayam Kentucky. Namanya makan Ayam Kentucky, di mana banyak gerainya di Indonesia, bukan berarti kita harus makan semuanya," ujarnya.
Dengan hanya makan beberapa saja, kata dia, sudah bisa merasakan bagaimana rasanya ayam Kentucky. "Makan 10 potong ayam Kentucky, semua orang sudah bisa merasakan bagaimana rasanya ayam Kentucky tersebut. Nah, quick count itu seperti itu. Karena itu, Quick Count itu sebenarnya pekerjaan orang bodoh, bahkan anak SD bisa menghitung. Karena sudah ada rumusnya dan kita bisa menggunakan kalkulator, jadi tinggal memasukan data saja," ujarnya.