REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyimpulkan laporan dana kampanye kedua pasangan kandidat selama pilpres tergolong dalam kategori 'tidak wajar'. Menurut ICW, ketidakwajaran tersebut mencakup aspek nilai dan penyajian laporan.
Koordinator Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengutip ketertangan KPU Pusat, menjabarkan, total perolehan dana kampanye Prabowo-Hatta sebesar Rp 118 miliar, sementara Jokowi-JK sebesar Rp 295 miliar. Angka tersebut, menurut Firdaus, tidak wajar jika dianalisis berdasarkan rasionalitas pengeluaran belanja.
"Studi menunjukan, dari kalkulasi iklan di televisi saja, pasangan Prabowo-Hatta menghabiskan Rp. 90 miliar. Pertanyaannya, apakah mungkin mereka hanya kampanye dengan sisa Rp. 28 miliar," ujar Firdaus, memberi keterangan pers di kantornya, di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (18/7).
Ketidakwajaran lain, menurut Firdaus, sumber pemasukan terbesar masing-masing tim adalah kas partai. "Karena partai tidak merinci laporan perolehan dananya, tentu tidak menutup kemungkinan masuk sumber-sumber dana yang tidak dizinkan, jadi itu bisa jadi jalan money laundry," Ujar Firdaus.
Selanjutnya, dari sisi penyajian, laporan kedua tim tidak cukup terperinci. Masih banyak ketidak jelasan soal latar belakang penyumbang. "Ada yang tidak ada alamatnya, ada yang tidak punya NPWP, dan lain sebgainya," Kata dia.
Sementara itu, peneliti ICW Abdullah Dahlan menyayangkan, KPU seolah hanya formalitas saja menerbitkan laporan dana kampanye para kandidat. "Mereka menyediakan formulir yang sangat sederhana, yang sebenarnya kurang menjabarkan ketentuan PKPU (Peraturan KPU) yang mereka buat sendiri," Papar Abdullah.