Petugas menyimpan kotak suara di kantor KPU Kota Bogor, Jabar, Senin (14/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARA -- Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ari Dwipayana mengatakan, perlu diwaspadai adanya indikasi penggelembungan suara.
Kejanggalan yang jelas terlihat adalah selisih antara rekapitulasi suara dengan formulir C1, DA1 dan DB1.
"Adanya selisih antara hasil rekap C1 yang berbasis TPS dengan hasil hitung secara berjenjang di tingkat kecamatan dan kabupaten. Dengan transparansi data dari KPU maka indikasi itu bisa terlihat dan dibuktikan," kata Ari, Sabtu (19/7).
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan terobosan dgn mengunggah formulir C1, DA1 dan DB1 secara terbuka. Sehingga bisa diketahui oleh publik.
Cara itu membuat munculnya inisiatif warga untuk menghitung atau melakukan rekapitulasi suara berdasarkan data yang telah diunggah.
"Hal ini membuat publik bisa mengikuti hasil perhitungan secara berjenjang yang dilakukan oleh KPU. Namun, dari data yang telah diunggah, muncul beberapa kejanggalan. Di antaranya adanya C1 yang bermasalah baik karena kesengajaan mau pun salah input," tuturnya.
Terobosan dari KPU dalam transparansi data merupakan langkah maju. Tetapi hal itu harus diikuti oleh langkah berikutnya dari KPU dan Bawaslu. Agar bisa secara cepat mengoreksi penyimpangan dan mencegah kecurangan bisa terjadi.
"Masyarakat juga bisa berpartisipasi dengan menyalakan "alarm" ketika kejanggalan itu terjadi," ucapnya.