Home >> >>
Ini 4 Skenario Jika Pilpres Dibawa ke MK
Sabtu , 19 Jul 2014, 15:51 WIB
antara
Petugas KPU Kabupaten Purworejo berjalan di dekat deretan kotak suara pada rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Kantor KPU

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli dianggap bukan menjadi hasil akhir pilpres. Karena, bisa saja pihak yang kalah akan membawa masalah itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan, sistem pemilu di Indonesia memiliki koreksi dengan dua mekanisme. Yakni mekanisme keberatan dan perselisihan. 

Mekanisme keberatan mengoreksi pada tahap rekapitulasi di tiap jenjang yang saat ini sudah sampai rekapitulasi penghitungan di provinsi. Setelah KPU memutuskan, masih ada mekanisme perselisihan di MK. 

Masyarakat dinilai belum banyak yang tahu sehingga menilai seolah-olah 22 Juli merupakan hasil akhir. Sehingga kalau keputusan MK mengubah hasil KPU masyarakat mengklaim ada kecurangan. 

"Hasil KPU adalah rekapitulasi akhir dan penetapan siapa yang terpilih. Sikapi secara wajar dan biasa-biasa saja 22 Juli. Tunggu 22 Juli itu untuk mengukur akurasi hasil hitung cepat," katanya saat dihubungi Republika, Sabtu (19/7).

Menurut Said, keputusan MK bisa menghasilkan empat hal. Pertama, meminta penundaan keputusan KPU dengan meminta pemungutan suara ulang. Kedua, meminta penundaan keputusan KPU dengan meminta pengitungan ulang. 

Ketiga, MK mengoreksi dan menilai angka yang benar berdasarkan fakta dan bukti yang diajukan di persidangan. Dalam beberapa kasus pilkada atau pileg, MK lazim melakukan hal tersebut. 

"Keempat, MK menguatkan keputusan KPU, yang menang di KPU itu yang jadi presiden. Jadi disikapi biasa saja tanggal 22 Juli," kata Said. 

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : c87
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar