Home >> >>
Pengamat: Rekap Nasional akan Jadi Panggung Politik
Sabtu , 19 Jul 2014, 16:23 WIB
Aditya Pradana Putra/Republika
Petugas melakukan rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014-2019 untuk TPS luar negeri (TPSLN) di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Kamis (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --   Proses pengitungan suara secara berjenjang mulai dari TPS, desa, kecamatan, kabupaten sudah berlangsung. Saat ini, proses rekapitulasi suara diselenggarakan di level provinsi. 

Pengamat Politik UGM, Ari Dwipayana menilai dalam pengitungan suara di level provinsi ini ada fenomena menarik yakni, pasangan Prabowo-Hatta mempersoalkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dalam pleno KPU Provinsi. 

"Di DKI Jakarta, protes kandidat nomor urut 1 direspons Bawaslu dengan menggelar Pemilihan Suara Ulang (PSU)," ujar Ari dalam siara pers, Sabtu (19/7). Menurut Ari, menjelang rekap nasional, pasangan nomor urut satu juga telah membuat  pernyataan bahwa pasangan itu unggul dalam real count versi internal. 

"Walaupun klaim angkanya berbeda antara yang disampaikan Hasjim Djojohadikusumo yang nyatakan unggul tipis 1,6 persen, dengan pusat tabulasi data Koalisi Merah Putih yang mengklaim unggul 7-an persen," ungkap Ari.

Ari menilai, klaim menang real count versi internal ini tentu menjadi prolog dari proses rekapitulasi suara nasional yg akan diselenggarakan 20-22 Juli oleh KPU RI. 

"Prolog itu mengindikasikan proses rekapitulasi suara nasional akan jadi panggung politik untuk klaim hasil yg beda dengan hasil hitung berjenjang dari KPU," papar Ari.

Dengan menggunakan kasus DPKTb, lanjut dia, angka isu kecurangan dan hasil real count versi internal maka prosesnya rekap suara nasional berdasarkan pengitungan suara berjenjang, tidak akan mudah diterima dan membuat pleno KPU akan penuh dinamika. 

Ari berharap KPU dan Bawaslu harus benar-benar bekerja secara profesional dan independen.

Redaktur : Heri Ruslan
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar