REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana mengatakan, klain keunggulan kubu pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan menjadi prolog saat rekapitulasi penghitungan suara yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Prolog itu mengindikasikan proses rekapitulasi suara nasional akan jadi panggung politik untuk klaim hasil yang beda dengan hasil hitung berjenjang dari KPU," kata Ari di Jakarta, Sabtu.
Saat ini proses penghitungan suara secara berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional sedang berlangsung.
Menurut Ari, terjadi hal yang menarik saat pasangan nomor urut itu mempersoalkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dalam pleno KPU Provinsi.
Bahkan pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merespon agar KPU menggelar Pemilihan Suara Ulang di wilayah DKI Jakarta berdasarkan keberatan dari kubu Prabowo-Hatta.
Pasangan Prabowo-Hatta juga menyampaikan keunggulan suara dalam proses penghitungan versi internal menjelang rekap nasional.
"Meskipun klaim angkanya berbeda dengan yang disampaikan Hashim Djojohadikusumo yang menyatakan unggul tipis 1,6 persen," ujar Ari seraya menambahkan pusat tabulasi Koalisi Merah Putih mengklaim unggul tujuh persen.
Ari menambahkan, rapat pleno KPU Pusat mengenai rekapitulasi suara nasional akan penuh dinamika dengan adanya penghitungan suara berjenjang ditambah isu kecurangan dan hasil tabulasi versi dari setiap pasangan calon presiden.
Ari berharap KPU dan Bawaslu bekerja profesional dan independen saat pleno rekapitulasi suara nasional.
Apalagi Ramadhan ini menjadi momentum meningkatkan ibadah dengan memperbanyak sedekah, terutama membantu saudara-saudara di Palestina.
"Jangan mengaku saudara, jika setiap tetesan darah mereka, tak mampu membuat kita menitikkan air mata. Dan, air mata kita juga belum berharga, sebelum kita mendonasikan sebagian kemudahan. Karena bagaimanapun, memang ada hak mereka di dalam harta kita," kata rektor.