Kapolri Jenderal Pol Sutarman disaksikan Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin (kiri) dan Dirut BRI, Sofyan Basir (kanan) menandatangani perjanjian kerja sama Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal, Sutarman meminta, kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa serta Joko Wiodo-Jusuf Kalla menghormati keputusan KPU tentang penetapan pemenang pemilu presiden (pilpres) pada 22 Juli 2014 nanti. Masing-masing kubu, pesan dia, harus siap menang dan kalah.
"Dalam kompetisi harus ada yang menang dan kalah," kata Sutarman dalam acara Deklarasi Damai Relawan Pro NKRI dan Pemilu Jujur Adil di Balai Kartini Jakarta Selatan, Ahad (20/7).
Sutarman mengibaratkan, Pilpres 9 Juli lalu, dengan pertandingan sepak bola. Masing-masing tim kesebelasan saling berkompetisi meraih kemenangan sesuai waktu yang ditentukan. Ketika pertandingan selesai masing-masing kesebelasan harus mengakui keunggulan lawan.
Pun halnya dengan pilpres, sambung dia, masing-masing capres-cawapres harus mau mengakui kemenangan pihak lawan dan menerima kekalahan. Sebab, kata Sutarman, tidak mungkin KPU memenangkan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden sekaligus. "Nanti ada presiden yang satu kerja siang, satunya lagi kerja malam," ujar mantan kepala Bareskrim Polri itu.
Sutarman mengimbau, para relawan dan pendukung capres-cawapres tidak mendatangi KPU pada 22 Juli 2014. Selain itu, Sutarman juga meminta para pendukung capres-cawapres menempuh jalur hukum apabila merasa tidak puas dengan keputusan KPU. "Yang datang cukup saksi yang diperlukan," katanya.
Demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia harus dirawat dengan baik. Kegembiraan rakyat dalam pesta demokrasi jangan berubah menjadi konflik. Sutarman memastikan personil TNI akan bersikap netral dan profesional dalam bertugas. Dia yakin proses transisi kekuasaan akan berjalan damai.