Panglima TNI Jenderal Moeldoko melakukan inspeksi kesiapan pasukan pengamanan Pilpres 2014 ke markas Batalyon Komando 461 Paskhas Halim Perdanakusuma, Rabu (16/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jendrral Moeldoko mengatakan tugas menjaga keamanan pemilu presiden (pilpres) 2014 tidaklah gampang. TNI berada dalam situasi yang dilematis antara tuntutan menjaga demokrasi sekaligus menegakan stabilitas keamanan. "Ini kondisi paradoks yang tidak mudah bagi TNI," kata Moeldoko dalam acara Deklarasi Damai Relawan Pro NKRI dan Pemilu Jujur Adil di Balai Kartini Jakarta Selatan, Ahad (20/7).
Moeldoko mengatakan, pengalaman Indonesia menunjukan stabilitas dan demokrasi sering menghasilkan efek yang bertentangan satu sama. Stabilitas yang terlalu kuat misalnya bisa membahayakan demokrasi. Pun sebaliknya demokrasi yang terlalu bebas juga bisa mengganggu stabilitas. "Stabilitas sangat kencang demokrasi menjadi sempit. Demokrasi luas tapi stabilitas terganggu," ujar Moeldoko.
Kendati bukan kerja mudah, Moeldoko menegaskan TNI akan bekerja keras mengawal dan menjaga stabilitas demokrasi di Indonesia. Dia mengatakan Indonesia harus belajar banyak dari sejumlah negara seperti Mesir dan Suriah yang terpuruk lantaran gagal dalam mengawal demokrasi. "Kita tidak ingin Indonesia yang porak-poranda dan hancur lebur," kata mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu.
Moeldoko juga menjanjikan personilnya bersikap netral serta profesional selama proses pengamanan pilpres 2014. TNI berharap proses transisi kepemimpinan nasional bisa berjalan aman, damai, tertib, dan lancar. "Panglima TNI dan seluruh jajaran sama sekali tidak ingin berhadapan dengan rakyat sendiri," ujarnya.