Home >> >>
Soal Penghentian Rekapitulasi Nasional, KPU: Dasarnya Apa?
Ahad , 20 Jul 2014, 21:41 WIB
Republika/Yogi Ardhi
Hadar Gumay

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan landasan apa yang membuat kubu pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meminta penghentian rekapitulasi tingkat nasional. Jika yang dipersoalkan dugaan kecurangan di tingkat bawah, harusnya sudah diselesaikan saat rekapitulasi berjenjang.

"Atas dasar apa pihak yang ingin rekapitulasi dihentikan, karena dianggap ada masalah harus bisa ditunjukan di mana masalahnya di TPS berapa. Dan koreksi itu tidak terlalu sulit, kami (rekap pusat) bisa mengubah apa yang di bawah sepanjang yang di bawah keliru," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di kantor KPU, Jakarta, Ahad (20/7).
 
Menurut Hadar, hasil rekapitulasi berjenjang disepakati setelah melalui kesepakatan saksi kedua pasangan calon di setiap tingkatan. UU Pilpres merancang hasil pemilu ditetapkan bertingkat agar setiap persoalan di setiap tingkatan diselesaikan di tingkatan itu juga. Tidak diungkit lagi saat rekapitulasi di tingkatan lebih atas.

Jika pihak tertentu meminta rekapitulasi nasional dihentikan, lanjut Hadar, diduga peran saksi di setiap tingkatan tidak berjalan baik. Karena setiap saksi bisa menjalankan fungsi koreksi dari tingkat paling bawah. Mulai dari TPS, desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.

"Ada mekanisme koreksi. Begitu diperoleh angka di TPS segini, kemudian begitu melihat hasil di PPS lalu PPK ada pergeseran, dan pergeseran itu harusnya positif karena mengkoreksi kekeliruan di bawah," jelas Hadar.

Semakin ke atas, menurutnya jika fungsi saksi berjalan dengan baik, harusnya tingkat kesalahan semakin kecil. Hadar mengatakan, KPU harus menaati aturan yang telah mereka buat. Melaksanakan rekapitulasi nasional dan menetapkan hasil pilpres pada 21 hingga 22 Juli 2014.

Sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Idrus Marham meminta KPU menghentikan rekap nasional karena dianggap banyak terjadi kecurangan di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

"Setelah mencermati pemaparan oleh tim hukum baik di Jatim, Jateng, Jakarta secara jelas terjadi ketidakadilan, terjadi gerakan masif untuk merekayasa hasil pemilu dan terjadi berbagai kecurangan yang mempengaruhi hasil pilpres," kata Idrus di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan.

Redaktur : Taufik Rachman
Reporter : ira sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar