REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua puluhan aktivis lembaga Solidaritas Perempuan menggelar aksi teatrikal menyerukan pemilu damai, di Bundaran HI, Senin (21/7).
Dalam pernyataan sikapnya, mereka menekankan pentingnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil pilpres tepat waktu, pada 22 Juli mendatang.
"Aksi yang kami lakukan dalam rangka memberi kekuatan kepada penyelenggara pemilu untuk mengeluarkan keputusannya pada tanggal 22 (Juli), tidak ada penundaan," ujar Ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam.
Menurut Wahidah, di tengah berbagai upaya delegitimasi dan rongrongan banyak pihak, KPU harus tetap netral dan independen. "Kami ingin KPU mengeluarkan keputusan yang sebenar-benarnya," kata dia.
Selain dukungan terhadap KPU, Solidaritas Perempuan juga menuntut aparat penegak hukum tetap menjaga rasa aman masyarakat. Mereka berharap, aparat keamanan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan provokasi dan bertindak intimidatif terhadap KPU.
Mengawali aksi sekitar pukul 09.00 WIB, para pengunjuk rasa bergantian menyampaikan orasi politik serta meneriakan yel-yel aksi mereka. "Perempuan bersatu tak bisa dikalahkan," teriak massa aksi.
Hal yang unik, para pengunjuk rasa mengenakan jubah hitam bertuliskan berbagai slogan dan tuntutan. "Stop Diskriminasi terhadap Perempuan", demikian tertulis di bagian depan jubah yang dikenakan salah seorang partisipan aksi.
Secara khusus, mereka menitipkan pesan kepada presiden terpilih untuk lebih memerhatikan nasib sub-sub kelompok perempuan. Di antaranya, mereka mendesak agar presiden mendatang harus lebih kuat melindungi ara pekerja migran perempuan di luar negeri.
Tak hanya isu perempuan, mereka juga menuntut presiden terpilih mengedepankan nasib rakyat lebih dari kepentingan lain. "Kami ingin presiden mengutamakan rakyat daripada pemilik modal dan kepentingan asing," ujar ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam.
Hingga ditutup para pukul 11.00, aksi berjalan damai. Terlihat beberapa petugas polisi berjaga-jaga di sekitar lokasi unjuk rasa.