REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Makmur Keliat menilai pernyataan Prabowo Subianto yang menarik diri dari pemilihan presiden menunjukkan sikap abai atau juga mungkin dimotivasi oleh tujuan-tujuan tertentu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Makmur mengemukakan ada tiga alasan utama mengapa hal ini dikemukakan.
Pertama, kata dia, negara ini sudah memiliki perangkat kelembagaan untuk menentukan apakah pelaksanaan pilpres memiliki kredibilitas atau tidak. "Tidak ada seorangpun, kecuali lembaga yang terkait dengan penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, yang memiliki otoritas untuk menyatakan apakah pilpres telah berlangsung secara jujur dan adil," kata Makmur, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (22/7).
Kedua, lanjut dia, penekanan untuk menghormati mekanisme kelembagaan adalah yang utama untuk menghormati gagasan kedaulatan rakyat dalam demokrasi. Menurutnya, setelah pemberian suara diberikan oleh warga negara sebagai ekspresi dari kedaulatan rakyat, seorang pemimpin partai yang ikut dalam pemilihan seharusnya menghormati suara yang telah diberikan itu. "Atas dasar penghormatan itu, seorang calon presiden tidak berada dalam posisi untuk membatalkan secara sepihak suara yang telah diberikan oleh warga negara, kecuali melalui mekanisme kelembagaan yang telah ada," ujarnya.
Ketiga, kata Makmur, penolakan itu menunjukkan ketidakpercayaan untuk mengartikulasikan kepentingan melalui mekanisme demokrasi. Dengan pernyataan itu, tersirat adanya keyakinan bahwa hanya dengan menolak kredibilitas kelembagaan demokrasi, tujuan untuk mewujudkan kepentingan dapat tercapai. "Jika demikian halnya, pernyataan itu memang telah dirancang secara sengaja sebagai pilihan akhir untuk mendorong terjadinya anarkisme," ujarnya.