Home >> >>
Partisipasi Pemilih Menurun, Pengamat: Sudah Wajar
Kamis , 24 Jul 2014, 14:08 WIB
Aditya Pradana Putra/Republika
Petugas melakukan rekapitulasi surara Pilpres 2014-2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menilai, menurunnya partisipasi pemilih pada pemilu presiden dibandingkan pemilu legislatif 2014 sebagai hal yang bisa dimengerti. Partisipasi pemilih saat pileg mencapai 76 persen, sementara pilpres 2014 hanya sekitar 70 persen.

"Yang paling  tepat harus dilakukan penelitian, biasanya justru pilpres lebih tinggi. Tapi ini bisa dimengerti karena saat pileg yang menyapa pemilih lebih banyak," kata Ramlan saat dihubungi, Kamis (24/7).

Menurutnya, partisipasi pileg tinggi karena pemilih digarap langsung oleh ribuan calon anggota legislatif. Di setiap tingkatan mulai dari caleg DPRD Kabupaten/Kota, caleg DPRD Provinsi, dan caleg DPR pusat. Sebanyak 12 partai politik peserta pemilu juga berlomba-lomba mengarahkan konstituennya untuk menggunakan hak pilih pada 9 April lalu.

Waktu yang digunakan caleg dan parpol, lanjut Ramlan, juga cukup panjang. Selama satu tahun lebih mereka menyosialisasikan diri dan menarik simpati masyarakat dengan berbagai cara.

"Termasuk memotivasi pemilih dengan istilah 'Wani Piro' atau politik uang. Karena saat pileg itu kan sebenarnya masyarakat kurang peduli pada politik, mereka lebih peduli besok makan atau tidak," ujar Ramlan.

Dengan motif uang, menurut Ramlan, mobilisasi pemilih ke TPS saat pileg lebih mudah. Berbeda dengan pilpres. Dimana tingkat kesadaran masyarakat lebih tinggi terhadap politik. Termasuk kesadaran dalam mengawal agar tidak terjadi politik uang sebelum pemungutan suara.

Ramlan menilai, pada pilpres 2014 bisa dilihat terjadi peningkatan kesukarelaan masyarakat dalam mengawal setiap tahapan. Kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak peduli dengan politik atau memilih golput turut berpartisipasi. Misalnya, seniman-senimal yang selama ini cenderung kritis dan anti politik justru menjadi sangat aktif.

"Orang yang selama ini kurang percaya pada politik justru memilih. Di luar negeri yang biasanya rendah, voters turn out-nya tinggi," ujar mantan komisioner KPU itu.

Namun, gelombang meningkatnya kesadaran politik itu menurut Ramlan memang lebih banyak terjadi di kalangan masyarakat perkotaan. Pusat kegiatan politik dan kampanye lebih banyak terjadi di kota. Gempuran media massa juga dominan di kota besar.

"Di pedesaan kadang TV masih jarang, transportasi sukar. Kalau capres kampanye paling kan ke ibu kota kabupaten," ungkap Ramlan.

Redaktur : Bilal Ramadhan
Reporter : Ira Sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar