Home >> >>
Pengamat : KPU Buka Kembali Kotak Suara, Itu Bukan Pelanggaran
Kamis , 31 Jul 2014, 20:50 WIB
antara
Saksi memeriksa segel kotak suara yang dibawa petugas KPU

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan KPU pusat kepada KPU daerah untuk membuka kembali kotak suara bukan suatu pelanggaran. Selama disaksikan pengawas pemilu dan saksi pasangan calon, menurutnya membuka kembali kotak suara untuk kepentingan pembuktian proses rekapitulasi sah-sah saja.

"Tidak masalah (membuka kembali kotak suara), karena KPU punya kewenangan. Tetapi dengan syarat sama persis saat rekapitulasi di TPS, disaksikan saksi pasangan calon, pengawas, dan pemantay," kata Masukurudin, Kamis (31/7).

Menurut dia, KPU tidak perlu menunggu perintah lembaga lain, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuka kembali kotak suara. Hanya saja, KPU memiliki tanggung jawab menjaga hasil rekapitulasi sama dan sesuai dengan yang tertera di surat suara.

"Hasil rekaitulasi kan sudah dicatat berjenjang, artinya membuka kembali bukan berarti mengubah. Petugas pemilu akan berpikir dua kali melakukan itu," ujarnya.

Kubu pasangan calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). KPU dilaporkan karena memerintahkan KPU daerah membuka kembali kotak suara untuk menyiapkan dokumen sebagai bukti atas gugatan yang disengketakan tim Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi.

Tim Kuasa Hukum Pembela Merah Putih yang mewakili Prabowo-Hatta, Sahroni mengatakan, Surat Edaran nomor 1446/KPU/VII/2014 yang dikeluarkan KPU tanggal 25 Juli 2014 diduga melanggar aturan pemilu.

"Tanggal 22 Juli seluruh tahapan penyelenggaraan pilpres sudah selesai dilaksanakan dan hasilnya telah ditetapkan KPU. Seluruh kotak suata yang berisi dokumen pemilu harusnya tidak bisa dibuka kecuali atas perintah MK," kata Sahroni di Gedung Bawaslu.

Perintah membuka kembali kotak suara dengan alasan mengumpulkan bukti, menurut Sahroni, merupakan tindakan yang melangar. Lantaran, dalam surat edaran itu disebutkan KPU daerah diminta mengecek kembali formulir model A5. Untuk memastikan pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).

"Surat edaran dikeluarkan tanggal 25 Juli, masalahnya permohonan perselisihan hasil pemilu baru kami ajukan ke MK pukul 20.00 WIB. Dan baru diunggah ke laman MK tanggal 26 Juli, jadi ini surat edarannya ganjil seolah-oleh KPU sudah mengetahui materi permohonan kami," jelas Sahroni.

Redaktur : Agung Sasongko
Reporter : Ira Sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar