REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Nelson Simanjuntak, menilai tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka lagi kotak suara tidak etis.
Karena, hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan atau perintah Mahkamah Konstitusi (MK) yang berwenang memutuskan hasil pemilu presiden setelah keputusan KPU digugat pasangan calon.
"Tindakan KPU itu bukan pidana, tapi pelanggaran administrasi. Kalau pelanggaran administrasi itu biasanya pelanggaran etik," kata Nelson di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (1/8).
Nelson mengatakan, ada norma kepatutan yang dilanggar KPU. Karena, secara normatif harusnya KPU tidak melakukan pembukaan kotak suara tanpa kekuatan legal dari MK.
Bawaslu menyayangkan dalam Surat Edaran nomor 1446 yang dikeluarkan KPU pusat, saksi pasangan calon tidak diminta secara spesifik untuk hadir saat pembukaan kembali kotak suara. Sehingga, tindakan KPU bisa saja menimbulkan prasangka dari berbagai pemangku kepentingan.
"Kalaupun harus dilakukan, mintalah surat dari MK. Supaya ini legal dan tidak menimbulkan syak wasangka," ujarnya.
Memang, lanjut dia, di satu sisi KPU membutuhkan bukti-bukti untuk persidangan. Yang harus disiapkan dalam waktu singkat. Namun, KPU harusnya bisa mengeluarkan kebijakan dengan mempertimbangkan norma yang ada.