Home >> >>
Prabowo-Hatta Diminta Bawa Saksi yang Berkualitas
Kamis , 07 Aug 2014, 23:11 WIB
Aditya Pradana Putra/Republika
Prabowo Subianto (kedua kanan) didampingi calon wakil presiden Hatta Rajasa (kanan) menjalani sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa harus menghadirkan saksi yang berkualitas. Sehingga dapat memberi keterangan yang argumentasi hukumnya kuat.

Deputi Direktur Perludem Veri Junaedi mengatakan, selain saksi, kubu Prabowo-Hatta juga harus bisa membawa alat bukti yang tepat. Karena berdasarkan pada permohonan perbaikan yang disampaikan pada 26 Juli 2014, permohonan tim Prabowo-Hatta dinilai kabur.

Sejumlah materi permohonan yang dinilai kabur tersebut bahkan termasuk hal substansi yang tidak bisa diubah atau diperbaiki.

"Dari apa yang kami analisis, jika tim Prabowo tidak memperbaiki proses pembuktian, tidak menghadirkan saksi tepat, dan hanya mengandalkan permohonan, maka permohonan itu tidak cukup mempengaruhi hasil pemilu. Maka tim yang berproses di persidangan harus menghadirkan sanksi yang memadai yang bisa membentuk argumentasi hukum yang kuat dan juga alat bukti," kata Veri di Jakarta, Kamis (7/8).

Perludem mencatat sejumlah kejanggalan dari permohonan Prabowo-Hatta. Antara lain perolehan suara yang benar yakni Prabowo-Hatta 67.139.153 atau 50,25 persen. Sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla 66.435.124 atau 49,74 persen.

"Mereka langsung minta hasil pemilu sekian yang menurut mereka benar dan menyatakan Prabowo-Hatta menang. Itu sah saja asal ditambah argumentasi permohonan. Tetapi mereka tidak mendukung itu dengan argumentasi permohonan yang cukup kuat," kata Veri.

Selain itu, tim Prabowo-Hatta menyatakan menemukan penggelembungan suara untuk nomor urut dua di sejumlah 1,5 juta suara. Serta pengurangan suara nomor satu sebesar 1,2 juta dari 155 ribu tempat pemungutan suara (TPS). 

Argumentasi ini dianggap tidak menjelaskan modus penggelembungan dan penggembosan suara, lokasi/tempat dari 155 ribu. Termasuk detail per TPS/PPS/PPK terjadinya penggelembungan dan penggembosan tersebut.

Menurutnya, kalau benar ada penggelembungan serta penggembosan, hasil penhitungannya tidak sesuai dengan yang didalilkan dan tidak mengubah hasil pemilunya.

Kejanggalan lain, ungkap Veri, permintaan pembatalan hasil pemilu kota Surabaya yang tidak diikuti permintaan untuk pemungutan suara mau pun penghitungan suara ulang. Artinya jika permohonan dikabulkan maka seluruh hasil pemilu di Surabaya menjadi tidak sah dan diabaikan secara hukum.

Redaktur : Mansyur Faqih
Sumber : antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar