Home >> >>
Timses Prabowo Minta SBY dan BIN Usut Keterlibatan Oknum Aparat di Pilpres
Rabu , 13 Aug 2014, 19:48 WIB
Mantan Menteri Penerangan Letjen (Purn) TNI Yunus Yosfiah (kiri) bersama Marwah Daud Ibrahim menyampaikan keterangan pers di Rumah Polonia, Jakarta, Jumat (20/6). (Antara/Puspa Perwitasari)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Yunus Yospiah, mencium adanya ketelribatan oknum aparat pada penyelenggaraan Pemilu Presiden (pilpres) kemarin. Untuk itu ia meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Badan Intelejen Negara (BIN) bisa mengusutnya. 

Yunus memberi contoh salah satunya terjadi di Cilincing, Jakarta Utara. Sebanyak 265 kotak suara, kata dia, telah dibuka tanpa saksi. Anehnya, kata dia, pelaku pembuka kotak suara itu sekarang menghilang. Selain itu, lanjutnya, saksi Prabowo-Hatta juga mendapat ancaman.

''Jadi saya meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan BIN mengusut semua keterlibatan oknum aparat tersebut karena selama 69 tahun merdeka, ternyata masih banyak ancaman, intervensi asing, dan keterlibatan aparat dalam politik,'' kata Yunus saat hadir pada diskusi ‘Kecurangan Pilpres 2014’ di Jakarta, Rabu (13/8/2014). 

Selain menyebut adanya keterlibatan oknum aparat, Yunus juga mengecam tentang penghitungan cepat atau quick count (QC). Ia menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pilpres kali ini telah melanggar UU Pilpres No.42/2008 khususnya pasal 188, 255, dan 256 tentang perhitungan cepat atau quick count (QC).

Dalam aturan tersebut, Junus menyatakan, telah dilarang diumumkannya penghitungan Quick Count sebelum perhitungan KPU dimulai.

"Tapi kan ternyata banyak lembaga QC yang mengumumkan hasil hitungannya tanpa menghiraukan aturan itu. Bahkan ada tim pilpres yang menyatakan buru-buru menyatakan menang sebelum seluruh perhitungan QC ditutup. Ingat pelanggaran pidana itu sanksinya 18 bulan penjara," ujarnya.

Ia juga menyesalkan sikap Kapolri yang pernah memberikan pernyataan di televisi pada saat pengumuman pilpres di KPU pada 22 Juli lalu.

''Beliau mengatakan kalau sudah kalah, ya terimalah. Apa maksud Kapolri menyatakan seperti itu? Belum lagi ada oknum Polri yang bertemu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati pada sore hari di bulan puasa. Juga di Kalimantan Tengah ada kasus yang melibatkan mantan Kapolda. Itu semua harus diusut, karena sangat berbahaya bagi demokrasi,'' keluhnya.

Redaktur : M Akbar
Reporter : muhammad subarkah
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar