Home >> >>
KPU Sumut Benarkan PSU di 287 TPS Nias Selatan
Rabu , 13 Aug 2014, 21:21 WIB
Agung Supriyanto/Republika
etua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva bersama sejumlah Hakim Konstitusi ketika mendengarkan keterangan salah satu saksi kubu Prabowo-Hatta dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Gedung Mah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota KPU Provinsi Sumatra Utara (Sumut) Evi Novida Ginting tidak menyangkal rekomendasi Panwaslu Kabupaten Nias Selatan untuk penghitungan ulang suara di 287 TPS.

Ia mengatakan, untuk Nias Selatan ditunda karena Bawaslu Provinsi Sumut pun meminta menunggu surat. "Kami tentu saja membutuhkan data pembanding dari Panwaslu," ujar dia dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden, Rabu (13/8), di Mahkamah Konstitusi, Rabu (13/8).

Namun persoalan di Kabupaten Nias Selatan itu juga belum tuntas di tingkat provinsi. Hakim Aswanto meminta penegasan dari KPU Sumut mengenai tindaklanjut rekomendasi Panwaslu.

Aswanto menanyakan KPU Sumut belum melaksanakan rekomendasi itu karena masih membutuhkan data. "Iya. Karena waktu juga," kata Evi.

Menurut Evi, semua sepakat untuk menindaklanjuti persoalan itu saat rekapitulasi di tingkat nasional. Ia mengatakan, penghitungan suara untuk Sumut juga ditunda karena ada persoalan di Kab Nias Selatan.

Bawaslu RI, menurut dia, kemudian memberikan rekomendasi. Namun rekomendasi itu menjadi pencermatan, bukan penghitungan ulang.

Hakim Patrialis menanyakan mengenai adanya surat resmi dari Bawaslu terkait hal tersebut. Evi mengatakan, itu disampaikan secara lisan. "Dalam forum rapat pleno," ujar dia.

Evi mengatakan, KPU dan Bawaslu Provinsi Sumut sudah melakukan pencermatan itu dengan disupervisi dari pusat. Hasilnya ada beberapa temuan. Pertama, ia mengatakan, ada kesalahan KPPS dalam menginput data pemilih pada formulir C1.

Kedua, adanya pemahaman yang lemah terhadap klasifikasi pemilih dan surat suara. Ketiga, adanya kesalahan dalam penjumlahan surat suara sah dan tidak sah.

Temuan keempat, menurut Evi, adanya kesalahan input data surat suara tidak terpakai yang dianggap sama dengan surat suara tidak sah. Kemudian kelima, ada pemilih yang sudah meninggal, tapi masih ditemukan dalam DPT. Jumlahnya ada empat yang tersebar di empat TPS.

"Kesimpulan kami adalah KPPS, disebut kesalahan administratif, dalam mengisi sertifikat formulir C1," ujar dia.

Menurut Evi, hasil pencermatan itu sudah dibuatkan berita acara. Dengan ini, ia menganggap persoalan rekomendasi itu sudah selesai karena telah disampaikan dalam rapat pleno di tingkat nasional.

Hasil perolehan suara di Sumut pun sudah ditetapkan. Pasangan nomor urut 1 mendapat 2.831.514 suara dan pasangan nomor urut 2 memeroleh 3.494.835 suara.

Namun majelis hakim tampak masih mempertanyakan persoalan di Nias Selatan ini dan rekomendasi Panwaslu, serta Bawaslu RI. Hakim Ahmad Fadlil Sumadi pun meminta penjelasan dari Bawaslu RI.

Anggota Bawaslu RI Daniel Zuchron kembali menjelaskan keterangan saksi-saksi sebelumnya. Yaitu adanya rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pencermatan dan itu sudah dilakukan. "Itu sudah dibacakan dalam forum rekapitulasi dalam bentuk berita acara," kata dia.

Anggota majelis hakim Patrialis Akbar menilai persoalan masih belum jelas dari keterangan saksi. Ia pun meminta jajaran pengawas pemilu untuk menyampaikan angka-angka yang dinilai bermasalah seperti pada rekomendasi Panwaslu Kabupaten Nias Selatan.

"Karena rekomendasi yang diberikan gak main-main, membuat KPU Nias kaget karena ini 27 kecamatan. Siapa benar dan tidak, akan kami nilai," kata Patrialis.

Saat jeda sidang, salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta Habiburokhman melihat persoalan di Nias Selatan ini menunjukkan kinerja KPU secara berjenjang.

Ia mengatakan, KPU Kabupaten dan KPU Provinsi sama-sama tidak mempunyai solusi ketika persoalan mentok. "Cuma disuruh mencatat di form keberatan untuk naik ke atas. Kalau sekarang gak ada, mau ke mana dokumen keberatan tersebut," ujar dia.

Habiburokhman menilai banyak persoalan pada akhirnya tidak terselesaikan. Ia mengatakan, kondisi ini tidak terlepas dari kengototan KPU RI untuk menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pada 22 Juli.

Padahal, ia mengatakan, masih ada waktu terbuka untuk itu. "Jika dialokasikan waktu empat-lima hari tambahan, akan banyak masalah bisa diselesaikan," kata dia.

Redaktur : Djibril Muhammad
Reporter : Irfan Fitrat
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar