REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mekanisme pemilihan melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) menjadi salah satu tema kunci yang diangkat Prabowo-Hatta dalam gugatan mereka di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tim Prabowo-Hatta menyebutkan, terjadi kecurangan masif dalam mekanisme tersebut, yang memberi keuntungan suara masif untuk pasangan Jokowi-JK.
Menanggapi perdebatan soal DPKTb, saksi ahli KPU pakar tata negara Saldi Isra menyampaikan pandangannya. Menurut Saldi, penyelenggaraan pemilu yang baik memiliki dua syarat, yakni kualitas administrasi pemilu dan pemenuhan hak konstitusi.
Menurut dia, jika pada praktiknya terjadi benturan, maka soal pemenuhan hak konstitusi harus didahulukan. Saldi menganggap, esensi pemilihan umum adalah pemenuhan hak memilih dan dipilih.
"Jadi hak memilih dan dipilih tidak boleh dirintangi oleh administrasi kepemilihan. Atas dasar pertimbangan tersebut, demi melindungi setiap hak warga negara, maka penggunaan KTP dan Paspor merupakan alternatif yang paling aman," ujar dia.
Sebelumnya, pihak pemohon, pasangan Prabowo-Hatta mengklaim banyak menemukan masifnya pencoblos non-DPT di lebih dari 5 ribu TPS di Jakarta. Pencoblos tersebut, menurut kubu Prabowo-Hatta hanya berbekal KTP, yang di banyak TPS lebih besar jumlahnya dari pemilik suara dalam DPT.
Pihak Prabowo-Hatta menganggap, terjadi mobilisasi pemilih dari daerah dan adanya campur tangan KPU dalam kasus-kasus tersebut. Dalam persidangan-persidangan sebelumnya, pihak Prabowo-Hatta berusaha mengajukan bukti-bukti atas tudingan mereka tersebut.
Menurut Saldi, tidak ada alasan penyelengara pemilu membatasi pemilih yang ingin menggunakan hak suaranya. "Selama masih ada waktu dan ketersediaan surat suara, penyelenggara wajib memfasilitasi. Jika tidak, justru akan menjadi pelanggaran," kata dia.
Saldi menambahkan, dalam mekanisme DPKTb, sudah diatur bahwa pemilih dengan jalur tersebut hanya bisa memilih pada satu jam terakhir masa pemilihan. Selain itu Saldi berpendapat, negara tidak bisa menghalang-halangi kegiatan warga dan menghalang-halangi mereka berpindah tempat.
"Kita harus bersyukur bahwa orang rela memilih meskipun dia tidak terdaftar dalam DPT," kata dia.