REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pada tahun politik terbuka peluang masih ada temuan-temuan penyalahgunaan uang bantuan sosial dan hibah. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa menyampaikan hal itu seusai memberikan kuliah umum di IAIN Raden Fatah Palembang, Jumat (24/1).
Ia mengatakan, BPK RI menemukan sebanyak 12.947 kasus penyalahgunaan keuangan selama 2012 dengan nilai Rp9,7 triliun. "Itu adalah akumulasi dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia dari angka Rp9,7 triliun tersebut lebih banyak disebabkan dalam bentuk program yang disebut bansos dan hibah," paparnya.
Penyebab utama yakni bansos dan hibah lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan di luar rakyat banyak dan postur APBN dan APBD.
Ia menyebutkan, bansos dan hibah itu selalu berhubungan dengan ritme politik dengan demikian ada tiga bentuk penyalahgunaan menyangkut Rp9,7 triliun khususnya bansos dan hibah, yang pertama adalah bansos itu dicairkan tapi tidak disalurkan.
Andaikan BPK tidak memeriksa uangnya bisa hilang, angka Rp1,3 triliun itu sendiri dicairkan, tapi tidak disalurkan dan ini temuan modus pertama, ujarnya.
"Kemudian modus kedua penyerahan bansos dan hibahnya fiktif, jadi ada istilah saya, biro pembuat proposal fiktif seakan-akan dia mendapatkan, tapi kenyataannya tidak," paparnya.
Ia menyatakan, modus ketiga bansos biasanya disalahgunakan membuat sindikasi yang dipotong lebih awal dan sampai ke penerimanya tidak sesuai dengan peruntukannya. "Itu temuan 2012, sedangkan tahun 2013 on proses, kita baru memeriksa dua bulan tahun anggaran, artinya pertengahan Februari," ujarnya.
"Untuk 2013 on proses dan kita juga melakukan apakah ada hubungan antara penyebutan dan penetapan postur anggaran APBN maupun APBD di bansos dan hibah itu ada hubungan dengan ritme politik atau tidak. Kita akan cari hubungan itu," paparnya. Ia berharap, anggaran bansos APBN harus diperuntukkan sebenar-benarnya untuk kepentingan rakyat sesuai peruntukannya.