REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta turun tangan dana saksi masing-masing partai politik di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat Pemilihan Umum 2014.
Permintaan ini diinisiasi Pranistara Wiroso, yang tinggal di Jakarta Barat, melalui laman change.org (platform petisi online yang menjadi alat bagi setiap orang untuk mengajukan petisi kepada siapapun).
Sampai Sabtu (1/2), petisi ini telah ditandatangani 222 pendukung dari 500 pendukung yang dibutuhkan.
Wiroso mengatakan, sebagai pemilik sah APBN, sudah selayaknya masyarakat meminta Presiden SBY untuk membatalkan penggunaan APBN untuk membiayai parpol, dalam hal ini saksi TPS. Terdapat delapan alasan utama yang dipaparkan Wiroso dalam laman change.org.
Pertama, tidak mendidik parpol yang tidak malu-malu 'mengemis' dari rakyat. Kedua, membuktikan ada parpol yang tidak kompeten dalam mengurus dirinya sendiri, dalam hal ini pembiayaan saksi TPS, karena harus 'mengemis' dari rakyat.
Ketiga, jika ini berlanjut, maka parpol tidak ada bedanya dari benalu yang hanya menggerogoti APBN. "Uang rakyat untuk rakyat, bukan untuk partai," ujar Wiroso.
Keempat, dana saksi parpol dapat membuat persepsi masyarakat bahwa parpol hanyalah mesin pengeruk uang rakyat.
Kelima, apabila persepsi dalam poin keempat benar terbentuk, maka rakyat akan apatis terhadap parpol sehingga dapat menurunkan tingkat kesadaran dan partisipasi politik masyarakat.
"Dan apabila tingkat partisipasi aktif rakyat rendah, maka keabsahan pemerintahan dapat dipertanyakan. Bayangkan bila tingkat golput mencapai lebih dari 50 persen walau secara konstusional adalah sah, namun pada faktanya hanya dipilih kurang dari setengah pemilik suara," kata Wiroso memaparkan poin keenam.
Ketujuh, dana ini rawan penyimpangan, karena pertanggungjawabannya sulit untuk dilakukan. Ditambah, mekanismenya tidak jelas serta siapa yang bisa menjamin bahwa dana tersebut memang diterima oleh saksi. "Dan tidak untuk kepentingan partai lainnya," kata Wiroso.
Alasan terakhir, menurut Wiroso, terkait dengan bencana erupsi Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. "Seperti yang Bapak Presiden saksikan sendiri di Sinabung, ladang dan tanah pertanian tidak dapat berpoduksi. Mereka terlilit utang.
Bagaimana mereka dapat membayar utang-utang tersebut apabila mereka tidak dapat berproduksi. Yang mereka dapatkan saat ini hanyalah keringanan membayar utang, bukan penghapusan utang.
"Sedangkan ketika mereka memulai produksi, mereka harus berutang lagi. Mereka tidak butuh Rp 700 miliar, tetapi hanya Rp 99 miliar untuk penghapusan utang," ujar Wiroso
Ia juga menyebut masih ada seribu alasan lainnya yang menunjukkan bahwa masih banyak rakyat yang membutuhkan Rp 700 miliar tersebut dibanding parpol.