REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso mengatakan hasil pemilu 2014 rawan digugat, bila mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pemilu legislatif dan pemilihan presiden serentak.
"Adanya keputusan MK dimana gugatan koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu yang dikomandani Effendi Gazali itu dikabulkan, artinya pemilu yang berlangsung sebelumnya tidak sesuai dengan konstitusi kita," kata Sutiyoso usai mengisi kuliah tamu di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jatim, Selasa (4/3).
Artinya, bila mengacu pada undang-undang keputusan MK yang seharusnya bersifat langsung dan tidak perlu ada penundaan lima tahun, maka hasil pemilu 2014 rawan digugat. "Saya khawatir pelaksanaan pemilu 2014 yang mengeluarkan biaya dan tenaga cukup banyak, hasilnya bisa digugat, dan MK kalah bila mengacu pada undang-undang keputusn MK yang seharusnya bersifat langsung," ujarnya.
Menurut Sutiyoso, seharusnya MK tidak perlu menunda keputusannya terkait pelaksanaan pileg dan pilpres serentak pada 2019 atau lima tahun lagi, sebab sifat keputusan itu harusnya bersifat langsung. "Kalau pemilu sebelumnya, alasanya sudah terlanjur berlangsung. Maka untuk 2014 kan belum mulai, dan bisa diterapkan, tapi mengapa harus ditunda pada tahun 2019, sehingga ini rawan untuk digugat," katanya.
Sebelumnya, Effendi Gazali bersama koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu menguji sejumlah pasal dalam UU Pilpres terkait penyelenggaran pemilu dua kali yaitu pemilu legislatif dan pilpres. Pemohon menganggap Pemilu legislatif dan Pilpres yang dilakukan terpisah itu tidak efisien (boros) yang berakibat merugikan hak konstitusional pemilih.
Effendi mengusulkan agar pelaksanaan pemilu dilakukan secara serentak dalam satu paket dengan menerapkan sistem presidential cocktail dan political efficasy (kecerdasan berpolitik), sehingga bisa berlangsung efisien dan tidak boros.