REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, Wiranto, menerima kunjungan dari The Carter Center , Selasa, (4/3). Pertemuan berlangsung di kantor DPP Partai Hanura, Jakarta.
Dua orang ututsan khusus Carter Center yang menemui Wiranto adalah Sanne Van Deen Baugh dan Jim Della Giacoma. Carter Center ingin mengetahui masalah-masalah Pemilu 2014 di Indonensia yang berkaitan dengan soal logistik, situasi sosial-politik, regulasi, dan lain-lain.
Pada kesempatan itu Wiranto mengatakan, bahwa kehadiran lembaga asing sebagai pemantau pemilu merupakan hal yang penting. “Asal bukan untuk melakukan intervensi, kami tak keberatan hadirnya pihak asing sebagai pemantau pemilu,” kata Wiranto. Apalagi, tuturnya, proses demokrasi di Indonesia saat ini sedang mendapat sorotan dunia internasional.
Ia percaya, dengan kehadiran lembaga asing maka akan semakin meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia agar berjalan transparan. Ini sekaligus juga menunjukkan, bahwa pemilu di Indonesia berjalan dengan demokratis.
Wiranto juga mengungkapkan beberapa persoalan yang sering menjadi masalah dalam pelaksanaan pemilu. Hal itu antara lain terkait dengan perubahan regulasi yang membuat masyarakat dan peserta pemilu bingung.
“Perubahan regulasi itu juga sering kali tak diimbangi dengan sosialisasi yang cukup,” papar Wiranto dalam siaran persnya yang diterima ROL, Selasa (4/3).
Wiranto menambahkan, hingga sekarang masalah daftar pemilih tetap (DPT) dan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) juga masih menjadi perdebatan.
Secara khusus Wiranto juga mengutarakan perlunya menyadarkan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki kemampuan dan kualitas memadai untuk memimpin negara. Untuk itu, dia minta agar masyarakat dijauhkan dari segala bentuk praktik politik uang maupun politik dagang sapi.
Saat ditanya tentang arah pembangunan ke depan, Wiranto mengatakan fokus utama pembangunan seharusnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memberi rasa aman. Ia menilai, untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan kerja keras seluruh aparat sekaligus menghindari perilaku korupsi.
The Carter Center didirikan pada tahun 1982 oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, dan istrinya, Rosalynn, bekerja sama dengan Universitas Emory. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perdamaian, pembangunan, demokratisasi, kesejahteraan, dan kesehatan di seluruh dunia.
Carter Center pernah ikut menjadi pemantau pemilu di tanah air pada 1999 dan 2004. Utusan dari Carter Center juga menyatakan tidak akan mengintervensi pemilu di Indonesia dan akan mendukung presiden yang terpilih secara sah dan demokratis.