Ketua PBNU Said Aqil Siraj meresmikan pembukaan Nadhlatul Ulama Sufi Gathering di Jakarta, Rabu (26/2). (Republika/Tahta Aidilla)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj menolak wacana pembentukan koalisi poros tengah yang menyatukan partai-partai Islam sebagaimana terjadi pada 1999.
"Kita tidak ingin ada dikotomi koalisi partai Islam dan non-Islam, karena kesannya menjadi primordial," kata Said Aqil di Jakarta, Sabtu (12/4).
Menurut kiai lulusan Universitas Ummul Qura Makkah itu, hubungan antara agama dan negara sudah selesai di Indonesia, sehingga tidak relevan lagi dikotomi antara kelompok agama dengan kelompok nasionalis."Di Indonesia, persoalan mendasar kenegaraan tersebut sudah selesai, tinggal bagaimana menyejahterakan rakyat," katanya.
Hal itu, lanjut dia, berbeda dengan di Timur Tengah, di mana hubungan antara agama dan negara belum menemukan titik temu sehingga sering sekali terjadi konflik antara agama dan negara.
"Yang penting kepentingan bangsa didahulukan, karena kalau negara maju, umat Islam sebagai mayoritas juga akan maju," tambah Said Aqil. Ditanya apakah PBNU akan mengusulkan calon presiden atau wapres kepada partai politik, ia menegaskan PBNU tidak ikut dalam politik praktis.
"Itu urusan PKB, tetapi tentu dengan tidak meninggalkan PBNU, tetap menjaga komunikasi dan tukar pendapat," katanya.
Said Aqil mengatakan NU memiliki agenda yang lebih besar dari partai politik karena urusan NU bukan soal kekuasaan, melainkan soal kebangsaan.
Di bawah komando Amien Rais, partai-partai Islam berkoalisi dan membentuk poros tengah pada 1999 dan berhasil mendudukkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden, mengalahkan Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan yang dilakukan di MPR.