Prabowo mencoblos di TPS 2, Desa Bojong Koneng, RT 02 RW 09, Kampung Curuk, Bojong Koneng, Hambalang, Kabupaten Bogor, Rabu (9/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra tidak ingin terburu-buru dalam membangun koalisi tenda besar. Hal itu dimaksudkan agar mitra koalisi dapat bekerja berirama dalam mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, koalisi yang ideal itu membangun platform bersama, yang dibahas dengan melibatkan semua mitra. "Diskusinya tentang pemerintahan, tata kelola keuangan, tapi semua spektrum itu diterjemahkan menjadi power sharing," kata Muzani, Selasa (15/4).
Dia menyatakan, dalam pemenangan pilpres, Gerindra pasti tidak gegabah dalam pengambilan keputusan. Semua parpol koalisi harus bersepakat lebih dulu sebelum strategi pemenangan pilpres dan program pemerintah kalau berkuasa diberlakukan. "Parpol koalisi menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari kesepakatan."
Karena itu, Gerindra tidak akan menentukan cawapres Prabowo. Pemilihan cawapres, kata dia, merupakan hasil kesepakatan bersama parpol koalisi.
Terkait nama cawapres, ia mengungkap, Hatta Rajasa, Muhaimin Iskandar, dan Anis Matta sudah diajukan parpol masing-masing.
Khusus untuk Partai Demokrat, sambung dia, hingga kini belum mencuat satu namapun yang beredar di publik. Dia mengatakan, keputusan Demokrat berada di tangan penuh Presiden SBY.
"Wapres ini akan dibicarakan bersama untuk diputuskan. Apakah dari dalam atau luar parpol, atau ketua umum parpol atau tokoh masyarakat," ujar anggota Komisi Pertahanan DPR itu.
Muzani melanjutkan, Gerindra berupaya mendekati beberapa parpol berbasis keagamaan plus Demokrat. PKB, PAN, PPP, dan PKS, sedang dilobi untuk dirangkul agar masuk koalisi tenda besar.
"Pekan ini, kita akan berkunjung ke PKB, PAN, PPP, PKS, dan Pak SBY. Kita bertemu pimpinan teras dan elite parpol untuk membahas format koalisi."