REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pecahnya dukungan kader serta pengurus Partai Golkar yang mengarah ke Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai sebagai kekeliruan langkah partai. Suatu hal yang dianggap tak rasional ketika mantan ketua umum maju sebagai cawapres, namun tidak mendapat dorongan.
Politikus Partai Golkar, Nusron Wahid mempertanyakan kenapa JK tak memperoleh dukungan. Padahal, ia masih dianggap kader dan punya banyak jasa terhadap partai.
Mereka malah memajukan orang lain yang jelas-jelas bukan merupakan kader, apalagi pengurus Golkar. "Ini urusan rasionalitas, apa alasan mereka tak dukung JK, kemudian beralih ke Prabowo-Hatta Rajasa," kata Nusron saat dihubungi Republika, Selasa (20/5).
Selain masalah kepartaian, ia menyatakan, mendukung JK karena sama-sama nahdliyin. Sebagai Ketua Umum GP Ansor, ia pernah menyatakan, akan mendukung pasangan calon yang merupakan warga NU. Dalam hal ini, yaitu JK.
Dengan begitu, ada dua alasan dukungannya mengarah pada pasangan calon usungan PDI Perjuangan dan mitra koalisinya. Yakni karena kader Golkar dan warga Nahdiyin.
Ia bahkan siap membantu membangun komunikasi ke kelompok NU lainnya serta simpatisan partai untuk mendorong kemenangan JK. "Langkah ke depannya, kami akan membangun komunikasi dengan Golkar dan NU, itu akan menjadi upaya pemenangan kami," ujar dia.
Pengamat politik UIN, Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, figur JK memang magnet elektoral bagi kader serta simpatisannya. Mereka berani lompat memberikan dukungan terhadap JK meski Golkar berpihak ke Prabowo-Hatta Rajasa.
Menurut dia, hal ini bisa menjadi tanda bahwa ketua umum Aburizal Bakrie (Ical) belum siap dengan koalisi tanpa syarat yang disinggung Jokowi. Sebab, dalam koalisinya bersama Gerindra, Golkar tidak mendapat peran. Sehingga tak ada bedanya kalau dia sejak awal ke PDI Perjuangan.
"Ical pasti dapat tawaran dari Gerindra, makanya dia ke sana. Masalahnya, PDI Perjuangan ini membuka koalisi tidak cair," ujar dia.